Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belajar Matematika dengan Tempe, Apem, dan Slondok Renteng

Kompas.com - 07/06/2015, 19:05 WIB
Kontributor Yogyakarta, Wijaya Kusuma

Penulis

YOGYAKARTA, KOMPAS.com  - Berbeda dengan hari-hari biasanya, Sungai Boyong di Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Sleman, Yogyakarta, yang biasanya riuh dengan suara aktivitas penambang pasir dan batu manual, hari ini, Minggu (7/6/2015), diwarnai suara anak-anak sekolah dasar.

Di kelilingi bebatuan besar bekas Erupsi Merapi dan didampingi lima mahasiswa, anak-anak sekolah dasar ini belajar matematika dengan menggunakan media makanan tradisional yang setiap hari mereka jumpai.

Kegiatan pendampingan belajar yang dilakukan oleh lima mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta ini berawal dari keprihatinan mereka melihat siswa sekolah dasar yang nilai matematikanya tidak sebagus matapelajaran lain.

"Saat lulusan saya cek nilai matematika adik saya itu jelek. Ternyata bukan hanya adik saya, tapi rata-rata teman yang lain juga," ucap Apri Mariana Mahasiswa Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Sanata Dharma saat ditemui di Sungai Boyong, Minggu (7/6/2015).

Menyikapi itu, Apri Mariana lantas menghubungi teman-temanya yang kebetulan satu Universitas untuk membantu memberikan pengajaran tambahan kepada siswa-siswa yang kesulitan dalam pelajaran Matematika. Mereka yang terlibat yakni Titis Darmasari, Bernadheta Eta Purnami, Willyam Indra Kusuma dan Dhyaning Nuswari.

"Kami sepakat untuk membantu adik-adik. Kami pilih SD Banteng Hargobinangun," ucapnya.

Survei

Sebelumnya, para mahasiswa ini melakukan survei dan pendataan dengan mendatangi SD Banteng Hargobinangun Pakem Sleman. Dari survei yang dilakukan, selama tiga tahun terakhir sejak 2012 memang rata-rata siwa kelas 3 dan 4 kesulitan dalam pelajaran matematika khususnya perkalian dan pembagian.

Padahal seharunya untuk kelas 3 dan 4 sudah mahir dalam perkalian bilangan maupun pembagian. Nilai rata-rata ujian Matematika mereka 6 berbeda dengan nilai pelajaran lainya yang bisa mencapai nilai 8.

"Kami dialog dengan kepala sekolah dan kendalanya memang para siswa itu di rumah tidak belajar karena tidak ada yang membimbing. Orang tua mereka sibuk bekerja menambang pasir," kata dia.

Setelah berdialog dengan kepala sekolah dan wali murid, para mahasiswa ini mengajukan diri untuk membantu. Niat itu mendapat sambutan dari kepala sekolah, guru, dan wali murid.

"Bulan Februari 2015 lalu kami memulainya, ada sekitar 15 siswa SD. Mereka kelas 3 dan 4," ucapnya.

Pelajaran tambahan ini dilaksanakan setelah pulang sekolah atau jika hari libur dimulai sekitar pukul 10.00 Wib. Seminggu dilaksanakan tiga kali, yaitu Senin, Sabtu, dan Minggu.

Makanan tradisional

Metode yang digunakan berbeda dengan di sekolah.  Kelima mahasiswa ini memberikan pemahaman tentang matematika kepada siswa Sekolah Dasar dengan metode benda-benda sekitar. Salah satu yang digunakan yakni makanan tradisional seperti Jatah Tempe, Sagon, Slondok Renteng, Tahu Bacem, Apem, Permen , Jagung kacang dan Dele.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com