Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengakuan Keluarga Saat Jasad Korban Kekerasan 1965 Ditemukan

Kompas.com - 02/06/2015, 05:34 WIB
Kontributor Semarang, Nazar Nurdin

Penulis

SEMARANG, KOMPAS.com — Ditemukannya 24 korban peristiwa berdarah 1965 yang terkubur dalam dua liang lahad di Kota Semarang, Jawa Tengah, membuat sejumlah keluarga merasa lega. Raut bahagia mereka terpancar jelas dari cucuran air mata dan isak tangis, setelah tahu bahwa yang dikubur adalah anggota keluarganya.

Sri Murtini, anak dari salah satu korban bernama Joesef Setyo Widagdo, terlihat terus menyeka pipinya ketika datang ke makam ayahnya. Ia mengaku baru mengetahui keberadaan makam ayahnya setelah pencarian selama 50 tahun.

Ayahnya dikubur di Dukuh Plumbon, Kelurahan Wonosari, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang. Makam itu sendiri berada di tengah hutan Kota Semarang milik Perum Perhutani Kantor Pemangku Hutan Wilayah Kendal.

Selama 50 tahun, Sri tidak tahu kondisi Joesef, hingga beberapa hari lalu ia dihubungi seseorang yang mengabari bahwa ayah angkatnya itu menjadi salah satu orang yang dikubur di sana.

"Saya berterima kasih sekali kepada orang-orang yang mengurus ini. Saya selama 50 tahun cari bapak tidak ketemu. Sangat senang rasanya, terima kasih banyak," kata Sri yang merupakan warga Cepiring, Kendal, Senin (1/6/2015).

Ketika dulu bapaknya dibawa, dia masih duduk di bangku sekolah dasar. Saat itu, ia bersama ibunya masih tidur bersama.

"Tak tahu, bapak malam-malam dibawa ke mana. Saat itu, saya tidur sama bapak dan ibu, kemudian bapak dibawa ke kecamatan. Sehabis itu, bapak enggak pulang, dan tidak tahu sampai sekarang," tuturnya.

Setelah upaya tersebut, dia bersama ibunya terus mencari keberadaan ayahnya. Bahkan sampai ibunya wafat, ia masih belum berhasil menemukan jasad ayahnya. Bahkan, Sri sempat ditipu. Ada orang yang memanfaatkan situasi tersebut dengan meminta uang dan memberi janji akan memberi tahu keberadaan sang ayah.

"Dulu ada oknum yang memanfaatkan kami. Kami diminta kirim uang, makanan, dan lain-lain. Dia janjinya mau kasih tahu bapak di mana. Ternyata mereka bohong setelah dikirim uang," ucap Sri.

Delapan nama teridentifikasi

Selain Sri, beberapa kerabat yang memiliki hubungan keluarga dengan para korban juga tidak bisa menahan sedih. Mereka terlihat secara bergantian menabur bunga, hingga mengucap doa sesuai agama dan kepercayaannya.

Hal senada juga dirasakan Suwito, adik dari mendiang Darsono. Suwito yang bertubuh besar tak bisa menahan derai air matanya. Ia bercerita, kakaknya, yang dulu ditangkap, mempunyai fisik besar, dan aktif di Pemuda Rakyat.

"Saat itu, saya masih kelas I SMP. Kakak saya ya petani biasa, tetapi dia dianggap tokoh karena memperjuangkan tanah," ujar Suwito.

Sebagai tokoh yang mengurusi tanah, sambungnya, Darsono tidak jarang mendapat tekanan. Mereka yang tidak suka lantas menuduh kakaknya sebagai anggota Partai Komunis Indonesia.

"Padahal kakak saya tidak begitu. (Dulu) beliau meninggalkan dua anak, kecil-kecil, saat ini tidak bisa hadir di sini. Saya juga baru dua minggu ini dikasih tahu," tutur warga Mranggen, Kabupaten Demak, ini.

Sejauh ini, baru ada delapan nama yang berhasil diidentifikasi oleh aktivis hak asasi manusia dari 24 nama korban kekerasan 1965. Para korban yang tercatat adalah Moutiah, Sosatjo, Darsono, Sachroni, Joesef, Seekandar, Doelkhamid, dan Soerono. Nama-nama korban berikutnya ditulis "lain-lain". (Baca: Liang Lahad Berisi 24 Korban 1965 Ditemukan, 8 Nama Teridentifikasi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com