Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cara Ganjar Pranowo Mengetahui Persoalan Petani Tebu Jateng

Kompas.com - 29/05/2015, 09:33 WIB
Kontributor Semarang, Nazar Nurdin

Penulis

BANYUMAS, KOMPAS.com - Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, punya cara unik untuk berdialog dengan warganya. Di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Ganjar duduk lesehan berdampingan dengan puluhan petani tebu setempat. Ditemani secangkir kopi dan aneka gorengan, dialog mereka terlihat cair.

Tidak ada protokoler ketika petani tebu hendak mengungkapkan keluh kesah mereka kepada orang nomor satu di Jawa Tengah tersebut. Dalam konsep sederhana itu, Ganjar mengaku sangat ingin tahu mengapa Jawa Tengah tidak bisa swasembada gula. Dia pun rela selama dua jam mendengarkan keluh kesah petani tebu.

"Saya ingin ngobrol soal tebu. Pak Menteri Pertanian Amran Sulaiman minta saya menanyakan, bantuan untuk petani tebu di Jateng kok tidak diambil. Apa gak butuh bantuan? Saya ingin ada swasembada tebu," pancing Ganjar dalam dialognya, Jumat (29/5/2015) pagi.

Dialog tersebut membicangkan masalah-masalah tebu, mulai dari bibit, pupuk, rendaman hingga panen raya tebu. Masalah-masalah tersebut kemudian akan dicarikan solusinya. 

Salah seorang petani dari Kelompok Tani Srowot Banyumas, Sarno, mengatakan, banyak petani di Banyumas tidak lagi menanam tebu lantaran harga tebu yang rendah. Mereka terpaksa beralih menanam ketela pohon, yang dirasa lebih menguntungkan. Dia mengatakan, harga tebu pada tahun 2014 merosot tajam. Saat itu, harga jual per kilogram tebu hanya Rp 180.

Menurut petani, harga jual tebu yang wajar Rp 350 per kilogram.

"Petani sudah ada pindah karena harganya anjlok. Di Sruwet, saingannya dengan ketela, dan petani tebu pilih nanam ketela," ujar Sarno.

Menurut para petani, harga tebu jatuh karena keberadaan pabrik gula yang terlalu jauh.

Sarno mengatakan, ketika tebu dibeli, tebu itu langsung diangkut dan dibawa ke pabrik gula di Yogyakarta. "Pabriknya jauh. Kata sopir truknya dibawa ke Jogja. Saya belum pernah jual langsung ke perusahaan, dan dijual harus dengan DO," tambahnya.

Hal yang sama dirasakan Yunani, petani tebu lain asal Kalibagor. Yunani mengaku di tempatnya sudah ada pabrik tebu, Namun pabrik itu sudah tidak aktif lagi. "Pabriknya sekarang jadi pabrik hantu. Tebu juga bersaing dengan ketela. Jadi tebunya rasa ketela," tambah Yunani.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com