Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Wardi, Tunanetra Penjual Pulsa, dan Mimpi yang Tak Pernah Surut

Kompas.com - 11/05/2015, 16:52 WIB
Kontributor Yogyakarta, Wijaya Kusuma

Penulis


YOGYAKARTA, KOMPAS.com
- Senyum ramah Wardi (34) selalu menyapa setiap pembeli pulsa yang mampir ke tempatnya berjualan di pinggir Jalan Cik Ditiro. Beberapa orang yang datang pun tampak tertegun ketika berhenti dan mulai menyebutkan nomer ponsel.

Pasalnya, nomor ponsel yang diucapkan akan dicatat oleh warga asli Wonosobo itu di sebuah kertas koran yang di bawahnya terdapat alat bernama 'Riglet'. Setelah dicatat, jari Wardi lantas meraba perlahan kertas koran itu sambil mengulang kembali nomor telepon pembeli agar tidak salah kirim. Setelah itu, bapak satu anak ini mengambil ponselnya dan mengirimkan pulsa.

Penjual pulsa di pinggir Jalan Cik Ditiro, Yogyakarta, ini merupakan penyandang tunanetra. Namun, keterbatasan yang dimilikinya tak menyurutkannya untuk mencari nafkah bagi istri dan satu anaknya yang saat ini berusia empat tahun.

"Saya berjualan pulsa sejak tahun 2011 lalu. Dulu di depan bank, lalu karena takut menganggu saya pindah ke sini," ujar Wardi saat ditemui, Senin (11/5/2015).

Wardi menuturkan, setelah lulus dari kursus Pijat di Temanggung pada tahun 2002, dia lantas berkeliling ke beberapa kota. Kota pertama yang disinggahinya untuk mengadu nasib adalah Semarang Jawa Tengah.

"Bapak ibu bekerja sebagai petani, adik-adik saya empat. Jadi saya kerja ya untuk membantu orangtua dan biaya pendidikan adik-adik, sisanya ditabung," tandasnya.

Setelah menikah pada tahun 2008 lalu, Wardi memutuskan untuk mengadu nasib ke Yogyakarta. Dia berharap, pendapatannya semakin meningkat di Yogyakarta.

"Saya beberapa tahun di Semarang. Lalu setelah menikah pindah ke Yogyakarta, ya agar dapat kesempatan kerja lebih baik," tegasnya.

Di Yogyakarta pun, Wardi tetap berkeliling untuk memijat sampai akhirnya masuk ke Badan Sosial Mardi Wuto yang berada di RS Mata Dr YAP di jalan Cik Ditiro. Di mess badan sosial Mardi Wuto ini pula Wardi tinggal.

"Di sini, kalau ada klien pembagiannya 40-60. Saya dan tuna netra lainnya dapat 60," ucapnya.

Meski telah masuk ke Badan sosial Mardi Wuto, Wardi tak lantas puas dengan apa yang diperolehnya. Ia pun berpikir untuk membuka usaha untuk menambah penghasilannya. Pasalnya, dirinya harus mempersiapkan biaya untuk sekolah anaknya.

"Ya akhirnya dapat ide jualan pulsa. Modalnya dari tabungan hasil mijet di Semarang dan disini," katanya.

Dia menuturkan, awalnya ketika mendaftarkan diri menjadi penjual pulsa, pihak agen ragu sebab dirinya merupakan tunanetra. Padahal, jualan pulsa berhubungan dengan nomer-nomer yang harus dibaca.

"Pihak sales ragu, apa saya bisa. Terus saya yakinkan meski Tuna Netra tetap mampu," tegasnya.

Wardi pun lantas mengambil tabungan hasil jerih payahnya memijat sebesar Rp 1 juta untuk modal. Selama beberapa hari berjualan, dia pun tetap diawasi oleh sales pulsa untuk memastikan apakah benar-benar mampu atau tidak.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com