Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 17/04/2015, 16:23 WIB

SITUBONDO, KOMPAS — Asyani binti Mu'aris (63), terdakwa kasus pencurian kayu jati milik PT Perhutani, menangis histeris pada akhir sidang di Pengadilan Negeri Situbondo, Jawa Timur, Kamis (16/4). Di depan hakim, ia bersimpuh dan memohon agar hakim tak memercayai pernyataan jaksa yang menyatakan dirinya terbukti mencuri.

Seusai jaksa penuntut umum menyampaikan replik atau jawaban atas pembelaan Asyani, tangis nenek itu tiba-tiba pecah di tengah sidang. Ia bahkan turun dari kursi dan bersimpuh dengan tangan memohon seraya menangis. "Saya tidak mencuri, Pak Hakim, saya bukan pencuri," katanya dalam bahasa Madura berulang-ulang.

Hakim yang diketuai I Kadek Dedy Arcana mencoba menenangkan Asyani, tetapi tak berhasil. Dedy lalu menutup sidang.

Tangisan Asyani terus berlanjut meskipun majelis hakim sudah meninggalkan ruang sidang. Ibu-ibu yang menyaksikan sidang rupanya tersentuh. Mereka menjemput Asyani, memapahnya ke tepi ruangan, dan mencoba menenangkannya.

Di tengah-tengah tangisnya, Asyani berulang-ulang mengulangi kata-katanya bahwa dirinya tak mencuri.

"Sakit hati ini dibilang mencuri. Kayu itu milik saya sendiri, yang saya simpan bertahun-tahun," katanya sambil menekan- nekan dada.

Saat dipapah ke mushala oleh ibu-ibu, Asyani masih histeris, raut wajahnya terlihat kecewa. Tangisnya mereda saat mendengar azan Dzuhur dari mushala pengadilan. Asyani yang duduk di dalam mushala pun tenang.

Jalannya sidang

Dalam sidang, jaksa Ida Haryanti membacakan replik. Menurut dia, Asyani tak dapat menunjukkan surat keterangan asal-usul hasil hutan.

Jaksa juga menyebut, pengacara tak ikut dalam sidang lapangan di lahan milik Perhutani karena tunggang-langgang kehujanan. Dalam sidang lapangan itu terlihat tunggul kayu PT Perhutani yang hilang batangnya cocok dengan tiga ikat bilah kayu jati yang menjadi barang bukti di pengadilan. Dua dari tiga bongkong bilahan batang itu diakui Asyani sebagai kayu miliknya.

Karena itu, jaksa tetap menuntut Asyani dengan hukuman 1 tahun penjara, masa percobaan 18 bulan, dan denda Rp 500 juta subsider 1 hari kurungan.

"Kami menuntut hukuman percobaan atas dasar kemanusiaan, tetapi kami menuntut ada hukuman agar bisa memberikan pelajaran bagi terdakwa. Selain itu, memberi peringatan kepada warga lain agar tak melakukan kesalahan serupa," ujar Ida.

Pengacara Asyani, Supriyono, mengatakan akan mengajukan duplik atau jawaban atas replik jaksa Senin (20/4). Selama ini ia telah memberikan bukti-bukti tentang kepemilikan kayu Asyani. Pengacara pun menolak dikatakan lari tunggang-langgang saat sidang di lapangan. "Saya memang tak ada, tetapi tim saya ada di sana dan ada dokumentasinya. Jadi, tidak benar kami tak melihat pembuktian itu," katanya.

Soal kecocokan tunggul di lahan Perhutani dengan bilah kayu barang bukti, menurut Supriyono, itu tak bisa dijadikan patokan. Jaksa melihat persamaan tunggul dan batang hanya berdasarkan pengamatan kasatmata.

Asyani tak mengakui bilah-bilah besar itu sebagai miliknya. Ia hanya mengklaim bilah-bilah kecil yang sebagian sudah keropos sebagai miliknya. Adapun pelaku penggergaji kayu hingga kini belum terlacak. (NIT)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com