Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Pak Badrodin Haiti, Lihatlah Kasus di Pulau Bangka dengan Jernih"

Kompas.com - 17/04/2015, 11:28 WIB
Kontributor Manado, Ronny Adolof Buol

Penulis

MANADO, KOMPAS.com - Pelantikan Komjen Badrodin Haiti sebagai Kapolri disambut gembira oleh warga Pulau Bangka, Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Khususnya, mereka yang menolak kehadiran perusahaan pertambangan asal Tiongkok, PT Mikgro Metal Perdana (MMP) di pulau itu. 

Pegiat lingkungan Tunas Hijau Maria Taramen mengatakan, terpilihnya Haiti sebagai Kapolri memberikan kelegaan bagi perjuangan mereka mengusir aktivitas PT MMP di Bangka. "Karena Pak Haiti sendiri sudah sangat memahami kasus Bangka disaat dia masih menjadi Wakil Kapolri," ujar Maria, Jumat (17/4/2015).

Menurut Maria, pada bulan Desember 2014 lalu, ada perwakilan warga yang menolak tambang di Bangka menghadap Haiti. Kala itu perwakilan warga didampingi oleh vokalis group band Slank, Kaka dan juga beberapa perwakilan organisasi yang tergabung dalam Koalasi Selamatkan Pulau Bangka.

Mereka menyerahkan sejumlah dokumen tentang dugaan pelanggaran hukum di Pulau Bangka. "Saat itu Pak Haiti yang didampingi para petinggi Polri lainnya menerima semua dokumen kami, dan bahkan beliau langsung menelepon Kapolda Sulut waktu itu, Pak Sinaga, dia meminta Kapolda untuk bertugas sesuai dengan prosedur dan tidak boleh mengintimidasi warga pulau Bangka," kata Maria.

"Kami sangat berharap setelah dia menjadi Kapolri, tindakan tegas untuk membuka apa yang terjadi dalam kasus Bangka secepatnya dituntaskan," sambung Maria lagi.

Pulau Bangka menjadi perhatian pemerhati lingkungan dan terus menjadi berita di Sulawesi Utara, sejak kehadiran PT MMP yang pada 2008 mendapat Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi Biji Besi dari Bupati Minahasa Utara Sompie Singal.

Izin itu memberikan hak kepada PT MMP untuk melakukan eksplorasi atas lahan seluas 1.300 hektar atau 27 persen dari luas total Pulau Bangka.

Konflik Bangka
Pada tahun 2010, Sompie kembali mengeluarkan IUP yang memperpanjang izin eksplorasi PT MMP, serta memperluas wilayah eksplorasi menjadi 2.000 hektar atau 41,66 persen dari luas Pulau Bangka.

Dalam Keputusan Bupati tersebut, objek tambang juga diubah menjadi biji besi dan mineral lainnya. Sejak awal, penduduk pulau dan perwakilan pegiat lingkungan serta pariwisata menolak kehadiran usaha tambang di pulau mereka.

Usaha mereka didukung dengan rekomendasi DPD RI pada 2012 yang menyebutkan Pulau Bangka tidak boleh ditambang. Sebab, sesuai aturan pengelolaan pulau-pulau kecil dan daerah pesisir, pulau kecil tidak bisa ada aktivitas pertambangan skala besar.

Namun Bupati bergeming dan memperpanjang kembali izin eksplorasi PT MMP pada 2012. Bahkan hanya berselang dua bulan dari izin ketiga, Sompie kembali mengeluarkan izin keempat IUP Eksplorasi Nomor 183 Tahun 2012 tertanggal 25 September 2012 sebagai perubahan dan perbaikan dari IUP sebelumnya.

Walau ada penentangan, namun PT MMP terus melakukan aktivitas eksplorasi bahkan mulai membebaskan tanah-tanah warga yang masuk dalam wilayah izin mereka. Warga Bangka pun terpecah menjadi dua, yang menerima kehadiran PT MMP dan yang menolak pertambangan.

Warga yang menolak dan didukung oleh aktivis lingkungan beralasan bahwa Bangka punya peran penting dan punya kekayaan hayati laut yang khas. Pulau ini juga memiliki terumbu karang yang sangat baik.

Warga penolak tambang lalu mendaftarkan gugatan terhadap izin PT MMP yang diberikan Bupati ke PTUN Manado pada 2012. Tuntutan hukum mereka berdasar pada fakta bahwa Pulau Bangka nyata-nyata adalah pulau kecil, seperti tercantum dalam Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, yang mengatur bahwa usaha pertambangan pada pulau yang ukurannya lebih kecil dari 2.000 kilometer bujursangkar adalah ilegal.

"Wilayah daratan Pulau Bangka hanya seluas 48 kilometer bujursangkar. Jelas tidak bisa ada usaha pertambangan di situ," kata Maria lagi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com