Demi sampai di sekolah, Sunainah harus menempuh perjalanan sekitar 20 menit dari rumahnya. Dia pun harus bersabar mengayuh sepeda angin miliknya. Ya, Sunainah adalah satu-satunya guru yang bertahan sejak Sekarnadi berdiri tahun 2003 silam.
"Beliau sosok panutan, tanpa pamrih, dan sama sekali tidak mengharapkan imbalan apa pun. Yang ada di dalam diri Bu Sunainah hanyalah ingin siswanya sukses semua," ujar Agustina Dewi Setyari (37), salah satu inisiator Sekarnadi.
Setiap bulan, Dewi menyisihkan sebagian gajinya untuk diberikan kepada Sunainah. "Jumlahnya tidak seberapa karena kami mampunya hanya segitu untuk diberikan Bu Sunainah, dan alhamdulilah beliau sangat ikhlas," ungkap dosen Fakultas Sastra Universitas Jember ini.
Sementara itu, Sunainah pun mengatakan hal serupa. "Saya tidak dibayar pun enggak apa-apa. Saya sangat senang ketemu dengan anak-anak," kata Sunainah.
Sunainah saat ini tinggal di rumah keponakannya sebab rumah yang selama ini dia tempati adalah milik salah satu perusahaan perkebunan. "Sejak anak saya meninggal dunia, saya memutuskan untuk pindah ke rumah keponakan saya, yang sudah saya rawat sejak kecil. Mau bangun rumah sendiri tidak ada dana, jadi sementara tinggal di rumah ponakan saya," ungkap dia.
Suami Sunainah sehari-hari hanya bekerja sebagai buruh bangunan, yang penghasilannya tidak menentu. Itu pun baru pulang ke rumah seminggu sekali. "Malu karena kami numpang di rumah ponakan, makanya suami saya pulangnya seminggu sekali," kata Sunainah.
Meski begitu, Sunainah tetap mengaku bersyukur karena sejumlah siswanya yang sudah lulus dari Sekarnadi sudah ada yang melanjutkan ke perguruan tinggi. "Saya ikut bangga karena anak-anak sudah ada yang melanjutkan kuliah. Saya berharap mereka akan sukses kelak," kata dia.
Semula, sekolah ini bernama Madrasah Ibtidaiyah (MI) Nurul Jadid. Namun, pada tahun 2003 silam, karena kepala sekolahnya pensiun, lambat laun jumlah muridnya berkurang drastis. Mereka lebih memilih keluar dari sekolah hingga akhirnya sekolah tersebut tutup.
Tidak seperti di sekolah pada umumnya, proses pembelajaran tidak dilakukan melalui pembagian kelas sebab semua siswa di Sekarnadi belajar dalam satu ruangan. Tidak hanya itu, di dalam ruang kelas pun tidak ada bangku dan buku pelajaran juga sangat terbatas. (Bersambung)