Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Papan Lapuk dan Seng Berkarat Jadi Dinding dan Atap di Kelas

Kompas.com - 06/04/2015, 09:31 WIB
Kontributor Lampung, Eni Muslihah

Penulis


BANDARLAMPUNG, KOMPAS.com - Dari kejauhan terdengar sayup-sayup suara gaduh anak-anak. Ternyata, suara itu berasal dari balik ruangan berdinding papan lapuk dengan seng berkarat yang menjadi atap yang beberapa bagian menganga lebar. Jendela berteralis kawat berkarat pun menjadi satu-satunya lubang sirkulasi udara di ruangan berlantai tanah itu. 

Pasti tak ada yang menyangka, bangunan itu adalah ruang kelas yang digunakan belajar oleh siswa kelas VI SD Negeri 2 Wonorejo, Desa Pesawaran Indah, Kecamatan Way Ratai, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung.

Siang itu, Lukman Hakim (47), guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di kelas itu baru saja rampung mengajar. Lelaki tersebut lantas bergegas membereskan buku-buku pelajaran dan keluar dari kelas.

"Jika musim hujan anak-anak menunda belajar karena kelas bocor di mana-mana kalau panas ya matahari masuk begitu menyengat. Persis seperti tidak berada di ruangan," kata Lukman.

Meski berada di kelas yang serba terbatas, siswa-siswa di sini memang tak mempunyai pilihan lain. Naura (12) misalnya. Bocah ini mengaku sudah terbiasa belajar di sekolah yang buruk itu. "Habis mau sekolah di mana lagi? Cuma di sini yang paling dekat dari rumah," kata Naura sambil tertawa geli.

Namun ketika ditanyai apakah mereka senang belajar di ruang seperti itu? Serentak siswa tersebut menjawab tidak senang. "Inginnya punya kelas yang bagus dan nyaman, biar lebih konsentrasi belajar," celetuk Danang (12).

Sementara itu Sugiswati (48), guru lain di sekolah itu, mengatakan, bangunan kelas papan itu merupakan bangunan hasil gotong-royong warga setempat. "Bangunan itu mulanya diperuntukan kantor guru, tapi karena kelebihan murid kelas 6 utamanya, maka terpaksa anak-anak sebagian belajar di ruangan itu," kata dia.

Sekolah SDN 2 Wonorejo terdiri dari lima ruangan bangunan permanen, satu kelas papan, satu perpustakaan dan satu ruang kantor guru. Tak ada toilet di sekolah itu. Siswa sekolah terpaksa berlari-lari menuju kali terdekat jika ingin buang air.

Bangunan kelas permanen pun juga tak lebih baik kondisinya. Plafon sebagian mulai runtuh dan jendela kaca yang pecah diganti dengan papan serta genteng yang mulai bocor. "Anak-anak di kelas permanen juga memprihatinkan, kalau hujan mereka menggeret meja dan kursi berjajar lebih depan supaya tidak terkena tampias air hujan," ujar dia.

Sekolah tersebut diperkirakan dibangun sekitar di atas tahun 1985, dan hingga kini belum pernah mengalami peremajaan gedung. "Proposal sudah setiap tahun dibuat dan diajukan ke Pemerintah tapi tak pernah ada respons," kata Sugiswati lagi.

Sugiswati berharap ada keajaiban yang membuat pemerintah mau melongok melihat kondisi sekolah tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com