Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sekarnadi, Sekolah Alternatif yang Terpaksa Berpindah-pindah Tempat

Kompas.com - 06/04/2015, 08:37 WIB
Kontributor Jember, Ahmad Winarno

Penulis

JEMBER, KOMPAS.com - Ironi dunia pendidikan di republik ini masih saja terjadi. Di tengah perhatian besar Pemerintah terhadap dunia pendidikan, masih ada sekolah di Kabupaten Jember, Jawa Timur, yang fasilitasnya jauh dari kata layak.

Sekolah itu ialah Sekolah Alternatif Nurul Jadid (Sekarnadi), yang berada di Desa Tempurejo, Kecamatan Tempurejo. Sekarnadi adalah sebuah sekolah alternatif yang didirikan oleh sejumlah pegiat sosial dan diperuntukkan bagi anak-anak yang putus sekolah.

Semula, sekolah ini bernama Madrasah Ibtidaiyah (MI) Nurul Jadid. Namun di tahun 2003 silam, karena kepala sekolahnya pensiun, maka lambat laut jumlah murid sangat berkurang drastis. Mereka lebih memilih keluar dari sekolah, hingga akhirnya sekolah tersebut tutup.

Tidak seperti di sekolah pada umumnya, proses pembelajaran tidak dilakukan melalui pembagian kelas, sebab seluruh siswa si Sekarnadi belajar dalam satu ruangan. Tidak hanya itu saja, di dalam ruang kelas pun tidak ada bangku, kursi, dan buku pelajaran juga sangat terbatas.

“Awalnya kami menemukan sekolah ini akan tutup, karena banyak siswanya sudah keluar. Dari situ kami kemudian menginisiasi agar siswa yang keluar, kembali ke sekolah untuk menimba ilmu dengan tanpa biaya sepeserpun,” ujar Ahmad Fauzan, inisiator Sekarnadi, yang ditemui Kompas.com, beberapa waktu lalu.

Seiring berjalannya waktu, Sekarnadi terus berkembang dan siswanya terus bertambah. “Waktu itu muridnya cukup banyak, bahkan hingga sekitar 30 orang lebih,” kenang Fauzan.

Melihat perkembangan yang tergolong signifikan, di Tahun 2005, Fauzan mengaku sempat mengurus izin ke dinas pendidikan setempat, agar sekolah tersebut memiliki legal formal. “Tetapi sayangnya waktu itu, syaratnya cukup berat, misalkan jumlah siswa minimal 90 orang, kemudian harus ada akta hibah tanah, dan lain sebagainya,” ungkap dia.

Akhirnya, lanjut Fauzan, para pengelolanya memutuskan sekolah ini menjadi sekolah alternatif. “Karena negara sudah tidak bisa hadir, kami memutuskan untuk mandiri, yang terpenting anak- anak bisa terus sekolah dan menuntut ilmu,” katanya.

Di tahun 2011 lalu, tiga ruang kelas yang ditempati Sekarnadi akhirnya roboh. Beruntung, tidak ada korban jiwa dalam peristiwa itu, karena sedang tidak kegiatan pembelajaran. “Di awal berdiri kami menempati gedung eks MI Nurul Jadid, namun karena kondisi gedung yang sudah  tua, akhirnya roboh semua ruang kelasnya,” tutur Agustina Dewi Setyari (37), salah satu inisiator Sekarnadi.

Menurut Dewi, pihaknya kemudian memutuskan untuk berpindah ke sebuah musala milik warga. “Waktu itu hanya sebentar, karena kami harus pindah lagi. Musala jadi kotor, namanya anak- anak, naik turun ke musala. Akhirnya kami berpindah di depan rumah warga,” ujar Dosen Fakultas Sastra Universitas Jember ini.

Meski kegiatan belajar mengajar dilakukan di depan rumah warga, rupanya tidak mengurangi semangat belajar seluruh siswa. “Karena kondisinya darurat, kegiatan belajar menggunakan atap terpal. Alhamdulillah, anak-anak tidak mengeluh meskipun sangat terbatas fasilitasnya,” ungkap dia.

Di tahun 2013 lalu, Sekarnadi mendapatkan bantuan dari pegiat sosial, dan digunakan untuk membangun ruang belajar semi permanen. “Alhamdulillah, yang penting anak-anak tidak kepanasan, dan bisa tetap belajar,” kata Dewi.

Fauzan dan Dewi hanya bisa berharap, seluruh siswa yang mayoritas berasal dari kalangan tidak mampu, bisa mengubah kehidupan mereka kelak, dan meninggikan derajat orangtuanya. “Kami hanya bisa berharap, dan mendoakan mereka agar kelak mereka bangkit dan bisa membahagiakan orangtua, serta menjadi generasi penerus bangsa yang membanggakan,” kata Fauzan. (Bersambung)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com