Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Daluang dan Pelukis Van Gogh

Kompas.com - 20/03/2015, 20:00 WIB
Kontributor Bandung, Reni Susanti

Penulis

BANDUNG, KOMPAS.com - Serat kulit kayu daluang dikenal Indonesia sebagai media tulis naskah kuno. Hal itu dibuktikan dengan naskah-naskah yang disimpan masyarakat maupun museum seperti Babad Padjadjaran di Museum Sri Baduga Bandung.

"Di dunia, serat murni kulit kayu keluarga Paper Mulberry ini digunakan untuk pelapis lukisan (kolase) sejak dulu kala. Bahkan pelukis van Gogh dan Da Vinci juga menggunakan serat kayu ini," ujar ahli Filologi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) sekaligus peneliti daluang, Tedi Permadi kepada Kompas.com, belum lama ini.

Tedi menjelaskan, serat kulit kayu daluang sangat kuat. Bahkan dari hasil penelusurannya, naskah kuno abad 18 masih sangat bagus dan tulisannya sangat jelas terbaca. Begitupun dengan lukisan yang dilapisi daluang masih sangat indah meski usianya sudah tua.

Hal ini karena kandungan ph (tingkat keasaman) daluang yang lebih netral dibanding kertas lainnya. Dengan tingkat ph yang netral, serat kulit kayu memiliki kekuatan dan ketahanan tinggi. "Itulah mengapa sekarang banyak seniman yang melapisi lukisannya dengan serat kulit kayu daluang. Bahkan beberapa seniman mengganti kanvas dengan kulit daluang," ucap dia.

Hasil lukisan di atas kanvas dan daluang, diakui Tedi, memang berbeda. Karena serat dari kertasnya sendiri berbeda. Namun yang pasti, lukisan tersebut bisa dinikmati dalam waktu lebih lama.

"Setiap seniman memiliki cara tersendiri dalam menuangkan imajinasinya dalam berbagai media, baik kanvas maupun daluang," imbuhnya.

Kertas daluang berasal dari pohon daluang/saeh (sunda). Pohon ini memiliki akar geragih sehingga menjalar di permukaan tanah dengan kedalaman 30-50 cm. Pola tumbuh maksimalnya dengan cara stek akar.

Pohon ini mulai bisa diproduksi setelah usia 1,5 tahun. Di Indonesia, kertas daluang digunakan untuk media tulis, lukisan, ataupun kertas suci umat Hindu. "Sebenarnya, secara ekonomi potensinya besar namun pasarnya masih terbatas karena orang Indonesia malas menciptakan pasar. Padahal jika melihat Thailand dan Jepang sangat sukses dengan daluangnya," imbuh dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com