Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pelepasan Energi Sinabung Siklus Normal

Kompas.com - 07/03/2015, 19:03 WIB

KABANJAHE, KOMPAS.com — Pelepasan energi dari dalam perut Gunung Sinabung yang menyebabkan erupsi dalam skala kecil dan sedang selama beberapa bulan terakhir dinilai sebagai siklus vulkanologi yang normal. Jika energi tidak dilepaskan dan tersumbat di kepundan dalam waktu lama, justru sangat berpotensi memicu erupsi berskala besar serta berdampak luas.

Kepala Bidang Pengamatan dan Penyelidikan Gunung Api Wilayah Barat Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Hendra Gunawan, Sabtu (7/3), menjelaskan, pelepasan material dalam bentuk erupsi itu dinilai lebih aman ketimbang pengumpulan material tertahan lebih lama tanpa dikeluarkan.

"Sekarang ini siklusnya memang membentuk kubah lava, lalu runtuh akibat tekanan dari dalam, lalu muncul kubah lava baru. Semoga seperti itu saja karena, dengan demikian, energi dilepas sedikit demi sedikit, tidak terkumpul lebih lama," ungkapnya.

Gunung Sinabung, Kamis, kembali erupsi dan meruntuhkan kubah lava di kepundan gunung. Material vulkanik dengan volume 1,5 juta meter kubik terlontar sehingga menyebabkan hujan abu hingga radius 10 kilometer serta guguran awan panas hingga sejauh 4,7 kilometer.

Abu cukup tebal bahkan masih tampak menyelimuti desa-desa di lereng barat dan barat daya Sinabung pada Sabtu pagi. Erupsi ini adalah yang kedua kali dalam sebulan terakhir. Terakhir, 18 Februari lalu, erupsi juga terjadi dengan skala lebih besar. Erupsi berskala kecil pernah terjadi pada Desember.

Hendra juga meminta warga mewaspadai potensi lahar hujan yang biasanya mengalir melalui aliran Sungai Lau Borus. Selain pembentukan kubah lava baru, masih berpotensi terjadi guguran kubah lava dengan atau tanpa diikuti guguran awan panas.

Pertanian terdampak

Aktivitas erupsi yang cukup sering terjadi tersebut menyulitkan petani yang tinggal di sekitar lereng gunung setinggi 2.460 meter di atas permukaan laut tersebut. Mereka terpaksa mengeluarkan biaya dan tenaga ekstra agar lahan perkebunan mereka dapat diselamatkan karena kerap terpapar abu vulkanik dengan ketebalan 3-5 sentimeter.

Ronald Sembiring (55), petani Desa Selandi, Kecamatan Payung, menuturkan, sudah banyak lahan tomat dan cabai yang mengering dan mati karena dibiarkan sehari saja oleh pemiliknya. Setelah hujan abu, semestinya tanaman segera dibersihkan.

"Ini yang membuat para petani lebih capai karena harus rajin membersihkan abu," tutur petani pemilik lahan seluas 2.500 meter persegi itu.

Dia mencontohkan, untuk lahan seluas 2.500 meter persegi, biaya produksi yang dikeluarkan biasanya sekitar Rp 500.000. Namun, akibat terpapar abu vulkanik, dia harus mengeluarkan biaya hingga Rp 750.000.

Biaya tambahan itu untuk membeli solar yang digunakan sebagai bahan bakar mesin penyemprot air serta menambah pupuk. Selain itu, dia juga harus membeli mesin penyemprot angin untuk membersihkan abu vulkanik.

Kendati sudah dicoba diselamatkan, kualitas hasil produksi tetap saja turun. Pasalnya, bentuk fisik kol, cabai, atau tomat yang terpapar abu vulkanik menjadi mengecil dan mengerut.

"Tauke (tengkulak) kasih harga jelek. Panen 4 ton kol yang biasanya dihargai Rp 1 juta sekarang hanya Rp 800.000," ucap Ronald.

Bupati Karo Terkelin Brahmana berharap pemerintah tak sekadar memperhatikan pengungsi yang tidak lagi bisa menempati desanya, tetapi diharapkan juga memperhatikan tersendatnya pembangunan akibat dampak erupsi.

Terkelin mengingatkan, ada sekitar 8.000 keluarga di radius 5 kilometer yang kembali ke desa mereka. Namun, kondisi desanya tidak lagi seperti semula. Pertanian dan rumah mereka hancur sehingga harus memulai hidup dari nol.

"Kami harap pemerintah bisa membantu mereka dengan bantuan industri mini untuk pertanian, seperti mesin pabrik mini untuk jagung, cabai, atau kopi dan lainnya. Pemberian mesin ini akan membantu petani menaikkan nilai lebih pertanian mereka sehingga produktivitas yang menurun bisa dikompensasikan oleh nilai lebih itu," papar Terkelin.

Sekretaris Daerah Kabupaten Karo Saberina Tarigan mengatakan, kerusakan akibat erupsi Sinabung selama ini meliputi infrastruktur jalan, lahan pertanian, termasuk irigasi, yang tertimbun abu vulkanik. Tercatat, 34 desa terkena dampak erupsi dan 33.210 orang mengungsi walau sebagian kini sudah pulang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com