Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketua DPR Dituntut Minta Maaf karena Sebut Gereja Hambat Investor ke NTT

Kompas.com - 05/03/2015, 05:25 WIB
Kontributor Kupang, Sigiranus Marutho Bere

Penulis

KUPANG, KOMPAS.com - Pernyataan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto yang menyebut gereja sebagai penghambat pembangunan karena menghadang masuknya investor tambang ke Nusa Tenggara Timur (NTT) menuai kecaman dari sejumlah kalangan. Bahkan, muncul sebuah petisi yang meminta Setya Novanto meminta maaf dan segera mencabut pernyataannya.

Petisi tersebut dibuat oleh koalisi masyarakat sipil untuk tolak tambang di NTT yang berasal dari JPIC-OFM Indonesia, JPIC-OFM Timor, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) NTT, Angkatan Muda Anti Korupsi (AMAK) NTT, Forum Pemuda NTT Penggerak Keadilan dan Perdamaian (Formadda NTT), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) STKIP Ruteng, Forum Pemberantasan Anti Mafia Pendidikan NTT (Forsaming NTT), Save NTT, Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Komite Masyarakat Ngada Jakarta (Komas Ngada Jakarta).

Salah satu penggagas petisi, Melky Nahar dari Walhi NTT mengatakan, petisi ini merupakan reaksi terhadap pernyatan Setya Novanto yang berasal dari daerah pemilihan NTT.

Menurut Melky, pernyataan itu memperlihatkan Novanto tidak tahu diri bahkan tidak mengerti dan memahami kapasitasnya sendiri selaku wakil rakyat dari NTT. Letak ketidakpahaman Novanto adalah ketika menyampaikan pernyataan yang tidak sesuai bahkan berseberangan dengan sikap penolakan masyarakat NTT terhadap industri pertambangan, terlebih masyarakat di lingkar tambang.

“Kebijakan pertambangan di NTT, misalnya, tidak memberikan nilai tambah yang signifikan bagi pendapatan daerah, apalagi masyarakat lingkar tambang,” kata Melky kepada Kompas.com, Rabu (4/3/2015) malam.

Menurut Melky, eksplorasi dan ekspoitasi tambang di NTT hanya menghambat dan menghancurkan sektor unggulan lain, semisal pertanian, pariwisata, peternakan, dan sejenisnya. Sektor itu juga dianggap masyarakat NTT masih menjadi primadona pendapatan rakyat dan daerah. Ini belum bicara soal dampak negatif lainnya, semisal kerusakan alam lingkungan, dan lainnya.

“Sedangkan pendapatan asli daerah (PAD) NTT dari sektor pertambangan hanya 0,012 persen. Hal ini beda jauh dengan sektor pertanian dan peternakan yang menyumbang hampir 50 persen," ujarnya.

Fakta-fakta di atas, menurut Melky, sebetulnya belum seberapa kalau kita telusuri lebih jauh dan mendalam. "Namun persoalannya, Novanto gagal memahami substansi penolakan pertambangan tersebut. Novanto, bagi kami, telah menunjukkan ke publik bahwa dia tidak mampu memahami sejauh dan semendalam itu,” ujar Melky.

Melky menilai, Novanto seharusnya melihat dengan jeli dan mendengar aspirasi masyarakat NTT daripada memaksakan gagasan yang dianggap menguntungkan kepentingan korporasi tambang.

“Karena itu, Novanto harus meminta maaf kepada masyarakat NTT, bila masih ingin kami anggap sebagai benar-benar wakil rakyat yang punya martabat. Bukan justeru perusak NTT, yang tidak menawarkan NTT masa depan yang lebih baik, tetapi justeru malapetaka,” ucap Melky Nahar.

Mengutip Harian Kompas pada 27 Februari 2015, Setya Novanto meminta masyarakat NTT tidak menghambat kehadiran investor. Tidak hanya itu, politisi Partai Golkar ini bahkan menuding ada LSM yang berlindung di bawah gereja sebagai pihak yang selalu melakukan penolakan.

”Daerah ini kaya mangan, marmer, emas, dan pasir besi. Namun saat investor hendak mengelola potensi sumber daya alam selalu ada penolakan dari LSM yang berlindung di bawah gereja. Karena itu, gereja sebagai elemen penting dalam pembangunan di NTT, harus memberi pencerahan kepada masyarakat termasuk LSM agar menerima investor yang memiliki niat baik membangun daerah ini,” kata Novanto di seminar bertajuk ”Mampukah NTT sebagai Pintu Gerbang Selatan Indonesia yang Sukses”, dalam rangka HUT Ke-410 Gereja Protestan Masuk Indonesia di Kupang, Kamis (26/2/2015).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com