Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Borobudur, Tokoh Islam dan Buddha Dunia Deklarasi Tolak Ekstremisme Agama

Kompas.com - 04/03/2015, 19:56 WIB
Kontributor Magelang, Ika Fitriana

Penulis

MAGELANG, KOMPAS.com — Para pemuka agama Islam dan Buddha dari seluruh dunia menyatakan komitmen bersama untuk mengatasi paham ekstremisme dan menolak penyalahgunaan agama untuk kekerasan.

Pernyataan sikap ini lahir karena dilatarbelakangi adanya fenomena ekstremisme agama yang kian menguat di dunia belakangan ini.

"Kami menolak penyalahgunaan agama yang mendorong diskriminasi dan kekerasan meski perlu saya tegaskan, ekstremisme dan radikalisme bukan hanya muncul dari umat Islam. Hampir pada semua agama muncul kelompok (ekstremis) itu. Jadi, jangan sampai ada stereotip dan menggeneralisasikan satu agama saja," kata Din Syamsuddin, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), di Borobudur, Magelang, Rabu (4/3/2015).

Din menjelaskan, komitmen bersama yang kemudian tertuang dalam Pernyataan Yogyakarta itu sebagai hasil diskusi efektif pada pertemuan tingkat tinggi pemimpin Muslim dan Buddha di Yogyakarta dan Candi Borobudur, Magelang, pada 3-4 Maret 2015. Pertemuan itu setidaknya diikuti oleh 30 tokoh agama Islam dan Buddha dari 15 negara.

Din yang juga Ketua Umum PP Muhammadiyah itu memaparkan, dalam komitmen tersebut, disebutkan adanya kesepakatan dan nilai bersama antara Islam dan Buddha, di antaranya adalah membangun hubungan yang harmonis antarumat agama Buddha dan Islam untuk membangun perdamaian dan kemakmuran bersama.

Dalam kesepakatan tersebut, lanjut Din, juga ditekankan nilai-nilai mendasar yang ada dalam teks-teks kitab suci Buddha dan Islam, antara lain, keragaman agama dan hidup berdampingan dengan damai, kasih sayang dan welas asih yang universal, keadilan yang universal, hidup harmoni dengan lingkungan, martabat dan kehormatan kemanusiaan, serta anti-kekerasan.

Menurut Din, membangun kerja sama antar-umat Islam dan Buddha adalah penting karena saat ini banyak terjadi gejala konflik di antara keduanya. Tidak hanya di Timur Tengah, tetapi juga di Asia, seperti ekstremisme di Myanmar, Banglades, Srilanka, India, dan belahan dunia lainnya. Termasuk di Indonesia, kata Din, sempat terjadi beberapa ketegangan tidak hanya antar-umat beragama, tetapi juga intra-agama sendiri, seperti isu Syiah, Ahmadiyah, dan sebagainya.

Meski demikian, kata Din, Indonesia masih relatif rukun dan stabil jika melihat adanya dua ormas besar, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, yang sejauh ini bisa saling berdampingan.

"Ini menggembirakan kita, tetapi sekaligus beban sehingga harus kita buktikan kepada dunia bahwa kita umat beragama bisa harmonis. Kita perlu strategi, antara lain dengan memperdayakan kaum moderat sebagai jalan tengah dan membuka komunikasi dengan kelompok-kelompok ekstrem. Peran negara juga diperlukan dalam hal ini," katanya.

Harsha Kumara Navaratne, dari Organisasi Persatuan Umat Buddha Dunia (INEB), menambahkan, peran kaum moderat sangat penting dalam mengatasi paham ekstremisme dan diskriminasi. Sebab, perpecahan umat beragama biasanya lahir dari adanya gelagat ekstremisme, yakni agama menjadi alat pembenar.

"Interaksi moderat menjadi jalan tengah. Bahkan, media massa bisa menjadi salah satu alat untuk membawa damai, meski kadang bisa membuat konflik makin berkepanjangan dalam kasus tertentu," tandas Harsha.

Presiden Gerakan Internasional untuk Keadilan Dunia (JUST), Chandra Muzzafar, menjelaskan, ada dua alasan terkait penyelenggaraan acara ini, yakni karena agama Buddha dan Islam adalah agama mayoritas di wilayah Asia Tenggara sehingga penting adanya kedamaian dan keadilan antardua agama ini. Alasan lainnya ialah karena menguatnya isu diskriminasi agama dan ekstremisme yang berpontensi pada konflik.

"Sebanyak 42 persen adalah penganut agama Islam dan 40 persen menganut agama Buddha. Maka, kedamaian dan keadilan perbedaan agama ini sangat penting," kata Chandra yang berasal dari Malaysia itu.

 
 
 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com