Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pelaku "Illegal Logging" Tak Dihukum, tapi Harus Bawa Babi Besar

Kompas.com - 04/03/2015, 15:32 WIB
Kontributor Manggarai, Markus Makur

Penulis

RUTENG, KOMPAS.com - Pelaku penebangan liar (illegal logging) di kawasan konservasi Sumber Daya Alam di Kabupaten Manggarai dan Manggarai Timur dikenai denda adat. Bila tidak jera, barulah akan diproses sesuai hukum. Penerapan hukum adat ini dialami oleh Rofinus Undu.

Warga Kampung Nancur, Kecamatan Elar Selatan, Kabupaten Manggarai Timur ini beberapa waktu lalu tertangkap petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam II Ruteng menebang pohon di kawasan hutan konservasi Likan Telu.

Rofinus pun didenda membayar seekor babi besar. Tak hanya itu, Rofinus juga mengucapkan sumpah adat di rumah gendang Nancur, Desa Teno Mese, Kecamatan Elar Selatan, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT pada Jumat (27/2/2015) lalu.

Ritual sumpah adat disaksikan oleh para tetua kampung dan pejabat dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Ritual sumpah adat ini berisi janji pelaku untuk tidak mengulangi perbuatannya menebang pohon di kawasan konservasi. Bila nanti perbuatan itu diulang lagi, maka ganjarannya bukan lagi secara adat, tetapi diproses sesuai hukum yang berlaku.

Penerapan denda secara adat ini merupakan implementasi dari hasil kesepakatan musyawarah besar terkait konservasi hutan yang melibatkan tiga pilar yaitu pemerintah, masyarakat adat, dan gereja yang digelar di Kisol tahun 2012 lalu.

Kepala Resor Taman Wisata Alam wilayah IV yang meliputi Kecamatan Elar, Sambirampas dan Elar Selatan, Paulus Pambut, menjelaskan, sebelum dilaksanakan sanksi adat, terlebih dahulu pelaku penebang pohon, diurus di Kantor BKSDA II Ruteng. Lalu, sejumlah tua-tua adat dari Kampung Nancur bertemu pimpinan BKSDA dan konsultasi dengan lembaga gereja.

Dari pertemuan dan konsultasi tersebut, disepakati penyelesaiannya melalui jalur adat sesuai semangat tiga pilar tersebut. Bahkan, kayu balok dan papan yang sudah dipotong dibawa ke Kantor BKSDA oleh pelaku tersebut dengan biaya sendiri.

"Sumpah adat ini dilaksanakan agar pelaku dan warga lainnya mengalami efek jera agar mereka tidak menebang pohon lagi di dalam kawasan hutan konservasi," kata Pambut.

Tua-tua adat Kampung Nancur, Barnabas Kandang, Kontan Lada, Bernadus Pandang dan tua adat Kampung Kajan, Aloysisu Logo menegaskan, sumpah adat yang dilaksanakan di rumah adat Nancur adalah bentuk penghargaan dari Balai Konservasi Sumber Daya Alama II Ruteng.

Menurut tetua adat, ini merupakah sejarah pertama BKSDA melibatkan tua-tua adat dalam menyelesaikan permasalahan yang dilakukan warganya terhadap kawasan hutan konservasi di wilayah IV.

Selama ini, apabila ada warga yang menebang pohon di kawasan hutan konservasi langsung diproses secara hukum. Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam II Ruteng, Yohanes Ora mengatakan pada tahun 2012, pihaknya menggelar musyawarah besar.

Musyawah itu melibatkan gereja dan masyarakat adat serta Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur dan Manggarai di sekitar hutan Taman Wisata Alam Ruteng. Acaara digelar untuk mencari solusi yang tepat dalam menjaga konservasi hutan.

Dalam pertemuan yang digelar di Kisol itu, salah satu poin kesepakatan adalah memberikan sanski adat untuk pelaku penebangan pohon di kawasan hutan konservasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com