Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berawal dari Polusi Asap, Pabrik Mi Formalin Terbongkar

Kompas.com - 18/02/2015, 19:20 WIB
Kontributor Magelang, Ika Fitriana

Penulis

MAGELANG, KOMPAS.com — Petugas Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Semarang menggerebek pabrik rumahan mi basah berformalin di sebuah rumah di Dusun Manggisan, Desa Donorejo, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Rabu (18/2/2015) siang.

Sedikitnya 220 kilogram mi basah disita petugas dari penggerebekan itu. Theresia Arie Wijayanti, dari BPOM Semarang, menjelaskan, penggerebekan bermula dari informasi masyarakat yang kerap terganggu dengan adanya polusi asap yang berasal dari dalam rumah tersebut.

Tim BPOM kemudian melakukan penyelidikan hingga akhirnya mendatangi pabrik yang diketahui milik seorang pengusaha berinisal T, warga Perumahan Tidar Indah, Kampung Magersari, Kecamatan Magelang Selatan, Kota Magelang, itu.

"Kami mendapat informasi dari masyarakat sekitar, mereka merasa terganggu dengan asap yang keluar dari rumah ini. Setelah kami selidiki ternyata ada produksi mi dengan kandungan formalin di belakang rumah ini," ucap Arie di sela-sela penggerebekan.

Menurut Arie, BPOM telah melakukan uji sampel dan pengamatan secara fisik mi basah tersebut. Hasilnya, diketahui bahwa ratusan kilogram mi basah itu mengandung formalin atau zat kimia yang lazim dipakai untuk mengawetkan mayat.

Hal itu juga dikuatkan dengan adanya sejumlah barang bukti berupa sejumlah kantong serbuk formalin berwarna putih, tawas, tepung gandum, mesin penggiling, mesin pemotong, dan alat-alat pembuat mi basah lainnya.

Sekilas pabrik ini memang tidak tampak layaknya sebuah pabrik mi basah. Dari depan terlihat seperti pendopo dengan gaya arsitektur Jawa (Jawa). Rumah yang berada persis di samping makam umum Dusun Manggisan itu juga dikelilingi pagar serta tembok yang tinggi.

"Sebetulnya pabrik ini sudah lama beroperasi, namun mulai lagi sejak beberapa hari yang lalu. Kami juga sempat memproses pemilik pabrik ini sekitar tahun 2012 lalu," papar Arie.

Arie menyebutkan, T merupakan pemain lama yang sebelumnya juga pernah diproses di BPOM Semarang atas kasus yang sama. Saat itu, petugas menggerebek pabrik rumahan mi basah yang juga diduga milik T di Dusun Bagongan, Desa Banjarnegoro, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang.

Kendati demikian, BPOM belum dapat memastikan daerah sasaran pemasaran mi basah tersebut. Arie mengaku masih akan meminta keterangan dari pemilik pabrik. Namun, Arie menyatakan bahwa Magelang termasuk wilayah basis pembuatan mi berformalin, bahkan pemasarannya hingga Wonosobo.

"Kami belum bertemu dengan pemiliknya (T), katanya sedang perjalanan kemari. Karyawan yang sedang produksi tadi juga mengaku tidak tahu menahu soal mi basah ini," tandas Arie.

Pihaknya menduga, dalam sehari pabrik ini mampu memproduksi hingga 500 kilogram mi basah. Saat digerebek, ada tiga orang karyawan yang sedang memproduksi mi basah. Sejumlah barang bukti dan pemilik pabrik mi berbahaya ini selanjutnya akan diproses di BPOM Semarang, Jawa Tengah.

"Pemilik pabrik akan dikenakan Pasal 136 UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan," tegas Arie.

Mustofa (49), salah satu karyawan, mengaku tidak tahu-menahu jika mi yang ia produksi mengandung zat formalin. Warga Desa Balaikerto, Kecamatan Kaliangkrik, Kabupaten Magelang, itu mengatakan hanya menjalankan perintah majikan sebelum meracik mi basah. "Saya enggak tahu kalau ada zat formalin, saya cuma diajarin bikin mi basah sama beliau (T), semua bahan sudah disiapkan, tapi tidak pernah dijelaskan apa bahan-bahannya itu. Yang saya tahu hanya tepung gandum, tawas, kalau yang serbuk putih itu ngga tahu," ucap Mustofa yang baru empat hari bekerja di pabrik itu.

Mustofa menyebutkan, dalam sehari ia dan dua rekannya biasa memasak hingga empat sak atau sekitar satu kuintal tepung gandum menjadi sekitar 200 kilogram mi basah siap konsumsi.

Namun Mustofa juga mengaku tidak tahu ke mana mi basah itu akan dipasarkan, bahkan ia juga mengaku tidak mengenal lebih jauh identitas sang majikan. "Saya enggak tahu, saya cuma diajak kawan untuk bekerja di sini. Saya memang pernah bekerja di pabrik mi kering pada 1984 silam, tapi bahannya juga tidak seperti mi basah ini," ujar Mustofa yang mengaku akan kembali menjadi petani di desanya jika pabrik mi basah ini ditutup.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com