Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Semangat Anak-anak di Pedalaman untuk Belajar

Kompas.com - 15/02/2015, 15:15 WIB

KOMPAS.com
- Anak-anak di pedalaman Nusantara sebenarnya bersemangat tinggi untuk belajar di sekolah. Namun, keterbatasan berbagai fasilitas, termasuk guru, menghambat pendidikan. Perlu terobosan untuk mengatasi masalah klasik ini.

”Tidak apa-apa rumah ini jelek asal isinya sarjana semua!” Ucapan sederhana tapi penuh tekad itu selalu diingat Anis Khumaidi (26), sarjana pendidikan ekonomi dari Universitas Negeri Malang (UM), Jawa Timur. Kalimat itu dilontarkan salah satu kepala desa di Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT), kepada Anis saat mengajar para siswa SMKN 1 di Wae’rii, Kabupaten Manggarai, tahun 2012-2013.

Semangat kepala desa itu tecermin dari perilaku para siswa yang dididiknya. Anak-anak pegunungan itu berangkat dari rumah sekitar pukul 05.00 WIB. Demikian pagi mereka bergegas karena harus mencapai lokasi sekolah yang berada cukup jauh di pusat Kota Manggarai.

Selama sekitar 20 menit mereka menyusuri jalanan naik-turun gunung. Perjalanan itu ditempuh setiap hari meski tanpa bekal makanan atau uang saku.

Anis mengisahkan, bukan jarak dan uang saku yang menghalangi anak-anak untuk mendapat pendidikan. Penghalangnya adalah guru yang absen mengajar. Setelah berjibaku menempuh perjalanan, anak-anak itu sering menemukan sekolah yang kosong tanpa guru. Guru yang semestinya mengajar kadang tidak datang. Akhirnya, seharian mereka hanya bermain di sekolah.

Kenyataan itu menyesakkan dada, bahkan kerap membuat Anis nyaris menangis. ”Semangat anak-anak tidak diimbangi semangat guru lokal di sana. Meski PNS (pegawai negeri sipil), guru yang tinggal jauh dari sekolah biasanya jarang-jarang datang mengajar. Gurunya ada, tapi kadang mereka tidak hadir di sekolah karena memang harus bekerja keras menempuh perjalanan jauh untuk mencapai sekolah,” ujar Anis di Malang, Selasa (10/2) lalu.

Padahal, semangat untuk belajar anak-anak di pedalaman itu cukup tinggi. Terbukti, lulusan SMA di tempat Anis dan teman-temannya mengajar sebanyak 12 orang diusulkan mendapatkan beasiswa Bidikmisi dari Dikti. Sebanyak 11 orang lulus dan akhirnya diterima kuliah di Universitas Nusa Cendana, NTT.

Berperahu

Lain tempat lain pula kasusnya. Di Kecamatan Lumbis, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, kondisi geografis menjadi penghalang pendidikan. Siswa asal Desa Panas, Kecamatan Lumbis, harus berperahu selama sehari untuk mencapai sekolah yang berada di pusat kota Lumbis, yaitu di Desa Mansalong. Masalah ini berusaha dipecahkan dengan menyediakan semacam mess bagi siswa yang ingin belajar di SMAN 1 Lumbis.

”Setelah jarak bisa diatasi, maka persoalan utamanya kemudian adalah orangtua. Biasanya anak-anak di sana boleh sekolah kalau sudah membantu orangtuanya,” ujar Khoirul Haris Susanto (25), sarjana pendidikan fisika UM, yang masuk program sarjana mengajar di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (SM3T).

Di Kecamatan Lumbis, anak biasa dituntut membantu ayah-ibunya untuk mengangkut sawit di perkebunan di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia. Jika tinggal di mess untuk sekolah, anak-anak itu tidak akan bisa membantu orangtua. Kondisi itu membuat anak-anak akhirnya jarang masuk sekolah. ”Ada anak didik saya tidak masuk sekolah selama sebulan karena memilih membantu orangtuanya di perkebunan,” lanjut Khoirul.

Program SM3T

Kendala-kendala semacam itulah yang disampaikan para guru muda asal UM melalui fotografi. Suka duka mereka selama mengajar di daerah pelosok terekam dalam pameran foto di halaman Rusunawa UM, 10-11 Februari 2015.

”Kami ingin menyampaikan kondisi di pelosok Tanah Air yang kadang tidak pernah terpikirkan oleh kita. Mereka semua bersemangat belajar, tapi terkendala berbagai persoalan. Persoalan-persoalan ini harus diatasi,” kata David Bagus (25), salah seorang peserta SM3T.

SM3T adalah program Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang dirintis sejak tahun 2011. Ratusan sarjana dikirim selama setahun untuk mengajar di pelosok di Indonesia. Program tersebut ingin memberikan kesempatan bagi anak-anak di pedalaman untuk merasakan pendidikan yang sama dengan anak-anak di kota-kota besar di Indonesia. (Dahlia Irawati)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com