Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Heti, Tanpa Suami Hidupi Dua Anak Pengidap Talasemia

Kompas.com - 06/02/2015, 09:59 WIB
Kontributor Bandung, Putra Prima Perdana

Penulis

BANDUNG, KOMPAS.com — Setiap hari kerja, Heti Rohaeti (37), seorang pelayan kantin di Kantor Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung, tidak pernah lupa untuk tersenyum ramah ketika mengantarkan kopi dan makanan kepada para PNS ataupun wartawan yang telah menjadi langganannya.

Namun, ternyata, di balik senyum ramahnya ini, tersembunyi kegetiran hidup. Sudah beberapa kali Heti berpindah-pindah kerja mencari nafkah yang layak untuk kedua anaknya. Bukan hanya untuk memberi makan, Heti juga harus berpikir keras setiap bulan untuk mencari pedonor darah golongan O untuk kedua anaknya yang mengidap talasemia sejak lahir.

"Anak saya yang besar sekarang umurnya sudah 15 tahun. Yang kecil 6 tahun," kata Heti masih dengan senyuman yang mengembang saat ditemui di Balai Kota Bandung, kemarin.

Talasemia adalah kondisi adanya kerusakan pada susunan DNA yang menyebabkan kelainan pada proses pembentukan hemoglobin yang menyebabkan produksi hemoglobin berkurang.

Ketika jumlah hemoglobin dalam tubuh kedua putranya berkurang, mereka akan terlihat sangat memprihatinkan dengan kondisi badan lesu, lemah, dan pucat. Untuk mengembalikan kebugaran, transfusi darah adalah jalan satu-satunya.

Cobaan dari Tuhan untuk Heti bukan hanya karena memiliki buah hati yang mengidap penyakit talasemia sejak lahir. Pada 2009 atau tepat 40 hari setelah anak keduanya lahir, suaminya malah menceraikan dan meninggalkannya.

Kini, dengan periode yang tidak tentu, Heti harus berusaha sendiri mencari pedonor darah golongan O untuk kedua anaknya. "Kalau transfusi, biasanya satu bulan sekali. Tapi, kadang dua minggu udah ngedrop lagi," ucap dia.

Pernah dulu, lanjut Heti, ketika belum memiliki Jamkesmas, dia harus membeli darah untuk kebutuhan anak pertamanya. Lantaran sudah tidak punya uang lagi, Heti terpaksa menjual tanah miliknya dengan harga yang murah.

Tanah seluas sekitar 100 meter dijual dengan harga hanya Rp 4.000.000. Beruntung, kini Heti sudah punya Jamkesmas. Jika tidak memiliki Jamkesmas, setiap bulan Heti harus merogoh uang Rp 500.000 untuk transfusi.

Sebenarnya, bukan masalah uang yang saat ini dihadapi oleh Heti, melainkan jumlah pendonor darah yang langka. Bayangkan saja, kedua anaknya yang kini tinggal bersama nenek dan pamannya di Desa Bojongloa, Kecamatan Buah Dua, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, harus menahan penderitaan karena belum mendapatkan darah golongan O untuk ditransfusikan.

"Anak saya yang besar sempat dua tahun sudah enggak transfusi. Saya kira sudah sembuh, tahunya bulan lalu ngedrop lagi. Kesulitan cari darah kalau pas Lebaran juga susah, sama seperti sekarang. Kadang kalau enggak bisa transfusi, saya sering cari ke Polres Sumedang karena suka ada yang bantu nyariin," tutur dia.

Heti mengaku bingung hendak mencari ke mana pedonor darah. RSUD Sumedang pun belum memberikan kabar. Dia berharap dalam waktu dekat bisa mendapatkan pedonor darah yang baik hati demi kedua anaknya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com