Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Wanti, Wanita yang Ingin Angkat Bidan Jadi Profesi Mulia

Kompas.com - 05/02/2015, 16:03 WIB
Kontributor Magelang, Ika Fitriana

Penulis

MAGELANG, KOMPAS.com - Cita-cita Sri Kuswanti hanya satu, ia ingin menjadikan bidan sebagai profesi yang luhur dan patut dihargai masyarakat. Sebab, sejauh ini bidan kerap masih dianggap "sebelah mata". Bahkan, bidan tak lebih dari sekadar profesi sampingan yang tidak bisa dijadikan sandaran hidup.

Misi itulah yang mendorong Wanti - panggilan akrab Sri Kuswanti - Ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Kabupaten Magelang, untuk berjuang memberdayakan ratusan bidan di Kabupaten Magelang menjadi bidan dengan standar kompetensi tinggi. Keinginan Wanti tidak berlebih, jika berkaca pada pengalaman pahit getir selama dia bertugas menjadi bidan di beberapa pelosok desa di Kabupaten Magelang.

Sekitar tahun 1986, Wanti pernah bertugas di Puskesmas Giripurno, Kecamatan Borobudur. Ketika itu, Wanti hanya seorang diri menjadi bidan yang harus menangani puluhan pasien ibu hamil di wilayah perbukitan Menoreh itu.

Tidak jarang Wanti harus naik turun bukit, menyeberang sungai, tidak peduli siang ataupun tengah malam, Wanti harus menangani pasien yang hendak melahirkan. Belum ada listrik, pun fasilitas kendaraan yang bisa dipakai, kecuali motor butut miliknya.

"Ketika itu saya harus menangangi ibu yang sudah melahirkan bayi tetapi plasentanya masih tertinggal di rahim. Saya juga pernah mendapati ibu dan bayi yang meninggal akibat salah penanganan oleh dukun beranak. Jaman dahulu masyarakat memang masih percaya dukun daripada tenaga medis," papar Wanti, di Magelang, Kamis (5/2/2015).

Saat itulah, Wanti pertama kali berceramah kepada seluruh warga dan tokoh masyarakat Borobudur, termasuk para dukun, tentang pentingnya penanganan persalinan dengan benar sesuai dengan ilmu medis.

Tidak disangka, banyak warga dan dukun-dukun yang kemudian mau kursus/belajar tentang persalinan. Salah satu pengalaman berkesan bagi Wanti, adalah ketika terjadi erupsi Gunung Merapi 2010 silam.

Gubernur Jawa Tengah yang saat itu dijabat oleh Bibit Waluyo memerintahkan seluruh tenaga medis termasuk bidan untuk tidak turun karena harus turut menyelamatkan warga. "Ada banyak bidan yang ada di lereng Merapi, seperti di Kecamatan Srumbung dan Dukun. Mereka kebingungan, di satu sisi mereka harus menyelamatkan pasien, di satu sisi ketakutan dengan bencana dahsyat itu. Saya bilang ke mereka: 'jangan jadi pahlawan kesiangan, segera selamatkan diri setelah pasien dievakuasi'," kata istri dari Laely Sanjoko itu.

Seiring berjalanan waktu, Wanti semakin yakin jika profesi bidan bisa memberikan pelayanan lebih bagi masyarakat. Meski Wanti tidak menampik saat ini masyarakat masih memandang sebelah mata, dibanding dengan tenaga medis lainnya yang lebih spesifik.

Ibu kelahiran 2 Januari 1959 itu tidak putus asa. Ia lantas mendata seluruh bidan yang ada di Kabupaten Magelang, kemudian mengajak mereka menggelar berbagai seminar hingga pelatihan keahlian.

Saat ini tercatat ada sekitar 506 bidan tersebar di Kabupaten Magelang. Sekitar 125 orang di antaranya sudah menjadi bidan delima.

Aktifkan Organisasi
Belum puas sampai di situ, ratusan bidan itu belum terwadahi dalam sebuah organisasi yang terstruktur, maka Wanti bertekad mengaktifkan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Kabupaten Magelang. Pada tahun 2003-2009, Wanti secara aklamasi dipilih menjadi Ketua IBI Kabupaten Magelang, hingga terpilih kembali pada periode berikutnya.

Namun sayang, kata Wanti, IBI Kabupaten Magelang belum memiliki gedung. Sehingga tidak jarang Wanti dan para anggota disia-sia, bahkan oleh instansi pemerintahan yang dipinjami gedung untuk kegiatan IBI.

Sejak itu, ibu dua putri itu bertekad untuk membangun gedung milik IBI Kabupaten Magelang. "Waktu itu, kami ingin beli tanah seharga Rp 115 juta. Padahal kami hanya punya uang kas Rp 45 juta saja. Kami nekat beli tanah itu. Kami ajak para pengurus patungan dan bersyukur mereka bersedia hingga akhirnya tanah itu terbeli," kata Wanti, yang kini menjabat sebagai Kabid Sumber Daya Kesehatan, Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang.

Tanah seluas 850 meter persegi itu kemudian dibangun gedung IBI Kabupaten Magelang lantai tiga dan telah diresmikan oleh Bupati Magelang Singgih Sanyoto, 24 Juni 2013 lalu.

Harapan Wanti, dengan adanya gedung itu, anggota IBI tidak perlu lagi susah payah menyewa gedung lain untuk menyelenggarakan kegiatan pelatihan. "Kami kemudian membuat kebijakan iuran sukarela, setiap anggota Rp 10.000, uangnya untuk menyicil membangun gedung hingga perawatannya," ujar Wanti, yang pernah mendapat predikat Bidan Teladan Kabupaten Magelang pada tahun 1986 itu.

Diprotes
Meski demikian upaya Wanti tidak selalu berjalan mulus, Wanti pernah didemo oleh ratusan bidan anggota IBI Kabupaten Magelang, lantaran kebijakan iuran yang dinilai membebani anggota.

"Saya ajak seluruh anggota IBI berkumpul di GOR Gemilang Kabupaten Magelang. Di sana saya katakan bahwa saya siap mundur. Saya juga katakan kepada mereka kapan lagi bidan punya gedung sendiri yang bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan kompetensi diri. Saya beri motivasi mereka hingga akhirnya mereka sepakat untuk kompak membangun IBI," urai Wanti.

Melalui organisasi itu, ia ingin bisa mengakomodasi teman-teman sesama bidan, membenahi sumber daya manusia dan yang tidak kalah penting adalah standarisasi bidan dan pelayanan bagi masyarakat. Sehingga citra bidan terangkat sebagai profesi yang mulia, bukan sekedar profesi pembantu. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com