Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Docang, Kuliner Penambah Semangat Pagi

Kompas.com - 01/02/2015, 12:11 WIB
Kontributor KompasTV, Muhamad Syahri Romdhon

Penulis

CIREBON, KOMPAS.com - Cirebon adalah Kota Pesisir di Pantai Utara Jawa Barat, yang tak diragukan lagi kekayaan kuliner khasnya. Selain nasi jamblang, empal gentong, terdapat pula, docang, makanan khas yang memiliki sejarah, dan rasa yang lezat.

Tepat di depan Stasiun Besar Kejaksan Cirebon, Jalan Siliwangi, Anda akan menemukan sebuah warung di pinggir jalan, yang ramai dikunjungi para pembeli, tiap pagi hari.

Di warung sederhana milik Ibu Kapsah ini, para pembeli, mengisi perutnya, dengan makanan khas Cirebon, yang bernama docang. Bahkan, seperti hendak membeli karcis transportasi, para pemburu docang pun rela mengantre.

Aktivitas jual beli ini sudah dimulai sejak pukul 02.00 WIB dini hari. Para pengunjung akan disajikan makanan khas kaya akan rempah.

Docang adalah sajian khas di Kota Udang ini yang berbahan lontong, dicampur daun singkong, taoge, parutan kelapa, kerupuk, dan sambal docang.

Campuran makanan kemudian disiramkan kuah panas yang diolah dari bumbu rempah pilihan, dan tempe bungkil atau oncom. Meski sederhana, perpaduan makanan kuah ini memberikan cita rasa, gurih, segar, sambal yang pedas, dan kehangatan di dalam tubuh.

Ivan, salah satu warga Cirebon, mengaku sering mengunjungi dan sarapan di warung Docang Ibu Kapsah. "Hampir setiap akhir pekan, saya dan keluarga sarapan di warung ini. Memang sederhana, tetapi masakannya luar biasa. Kalau kata orang Wetan (Jawa Tengah/Timur) maknyos," kata Ivan dibarengi senyum, Sabtu (31/1/2015).

Ivan menambahkan, lontong, serta campuran olahan, bumbu dan kuah khas docang mampu menghangatkan tubuh di pagi hari. Bahkan, ia mengaku sarapan docang dapat menambah gairah semangat beraktivitas di pagi hari.

"Kalau bumbu lengkapnya, kami tidak tahu, tetapi memang ini segar sekali. Buktinya hampir setiap pagi di sini ramai pembeli, apalagi kalau akhir pekan. Sudah makan docang, pokoknya semangat deh kerjanya," kata dia.

Makanan sederhana ini memiliki sejarah yang unik. Konon, awalnya, makanan ini adalah sisa hidangan syukuran para Wali Songo yang menyebarkan Islam di tanah Cirebon. Sunan Gunung Jati menyarankan warga agar tak membuang makanan, lantaran mubazir (terbuang sia-sia-red).

Sunan Gunung Jati mencicipi makanan yang sudah diolah kembali oleh warga, ternyata tergiur dan membiasakan makanan tersebut.

"Kata orangtua saya dulu, makanan docang ini, hasil kreatif Sunan Gunung Jati. Tiap kali selepas syukuran atau selamatan, banyak warga yang membuang sisa makanannya padahal masih bagus, dan baik. Sunan Gunung Jati menyarankan agar tidak dibuang, dan diolah kembali. Olahan tersebut diberi nama Docang," kata Yedi, salah satu pengolah makanan di Warung ini.

Yedi mengaku berusaha meneruskan usaha orangtuanya, yang sudah ada sejak tahun 1970. Kedua orangtuanya terus berpindah tempat, hingga akhirnya berada di depan Stasiun Kereta Kejaksan.

Bumbu olahan yang pas, rempah-rempah yang khas, terus menarik masyarakat untuk menjadi pelanggan tetap. Dengan harga Rp 7.000 per porsi, dalam satu hari, Yedi serta empat saudaranya bisa menjual lebih dari 200 porsi, bahkan 400 porsi saat hari Minggu.

"Satu porsinya tujuh ribu rupiah, dapat docang, kerupuk, dan teh manis hangat. Tempat duduknya ada yang lesehan, dan duduk di bangku panjang. Kalau satu hari, 200 porsi pasti habis. Tetapi kalau Sabtu dan Minggu, kadang kita yang kewalahan," kata Yedi.

Bagi yang sedang berwisata di Kota Udang, makanan khas docang ini, patut menjadi rekomendasi utama menu sarapan Anda. Selain kenyang, kehangatan kuah tempe bungkil dipercaya meningkatkan semangat Anda beraktivitas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com