Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

63 Ton Kepiting Soka di Balikpapan Menanti "Jalan Keluar"

Kompas.com - 29/01/2015, 09:29 WIB
Kontributor Balikpapan, Dani Julius

Penulis

BALIKPAPAN, KOMPAS.com – Kepiting soka (scylla spp) bobot kurang dari 150 gram menumpuk di banyak pendingin para pedagang dan pengepul di Balikpapan, Kalimantan Timur.

Yuni, asal Medan Sumatera Utara yang memulai usaha pengepul kepiting soka sejak 10 tahun lalu, mengaku terpaksa menumpuk komoditas itu hingga tujuh ton. “Bisa sampai sekitar Rp 1 miliar,” kata Yuni, Rabu (28/1/2015).

Yuni mendapati kepiting soka dari belasan petambak khususnya di Teritip. Pasca terbitnya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/PERMEN-KP/ 2015 tentang Penangkapan Lobster (panulirus spp), kepiting (scylla spp), dan rajungan (portunus pelagicus spp), Yuni pun jerih mengirim kepiting soka ukuran kecil ke luar Balikpapan.

Ketika terbit Surat Edaran Menteri KP No.18/MEN-KP/I/2015 tentang pemberlakuan Permen 1 ini, juga dirasa belum memberi jalan keluar. “Saya hanya bisa berharap, pemerintah mau memberi kesempatan kami untuk menghabiskan yang sudah ada ini saja. Atau ketentuan beratnya dikurangi jadi 80 gram untuk menghabiskan stok yang telanjur ada,” kata Yuni.

Banyak pengepul kepiting soka seperti Yuni yang telanjur mengumpulkan kepiting soka dari para petani dengan ukuran di bawah standar. Ketika Permen 1 terbit dan menyusul kemudian surat edaran Men-KP, kepiting yang sudah terbeli tak mungkin kembali.

“Terpaksa disimpan di storage pendingin. Tidak akan rusak karena dibekukan, sambil berharap ada jalan keluar,” kata Yuni.

Pengepul semacam Yuni, kata Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Balikpapan, M Yosmianto, ada sangat banyak di Balikpapan. Pasalnya, Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan di Balikpapan menjadi pintu keluar kepiting jenis ini.

Yosmianto mengatakan, kepiting soka memiliki pasar di Jakarta, Surabaya, Semarang, hingga luar negeri seperti Singapura dan Hongkong.

Yosmianto mengatakan, penumpukan kepiting soka di bawah standar diperkirakan hingga 63 ton. “Masih ada 63 ton (di Balikpapan) dan tidak tahu mau diapakan. Saya kira ini yang perlu diselamatkan,” kata Yosmianto.

Permen 1 mengatur kepiting yang boleh ditangkap memiliki karapas lebih dari 15 centimeter. Menyusul kemudian, surat edaran memberi kesempatan kepiting soka boleh ditangkap dengan ukuran lebih dari 150 gram. Surat edaran ini berlaku hanya sepanjang 2015 ini.

Permintaan tinggi untuk kepiting soka membuat produksi petani tambak juga tinggi. Mereka yang terjun ke usaha tambak kepiting soka, kata Yosmianto, kebanyakan menggunakan teknologi tradisional.

“Kebanyakan masih pakai bambu. Petani tradisional memanen di berat sekitar 50-60 gram saja. Hanya satu petani saja di Balikpapan yang teknologinya lebih baik dan lebih maju,” kata Yosmianto. “Lagipula ukuran kecil ini lebih disukai oleh pasar,” kata Yuni.

Permen 1 Tahun 2015 melarang penangkapan kepiting bakau dengan lebar karapas belum 15 centimeter, rajungan di bawah 10 centimeter, dan udang lobster dengan cangkang kurang dari delapan centimeter. Permen juga melarang penangkapan hewan jenis ini yang sedang bertelur.

Menteri kemudian menerbitkan surat edarannya yang didasari bobot sebagai transisi sebelum Permen 1 berlaku utuh dan tegas.

Namun, sekalipun terbit Permen 1 dan surat edaran, upaya pengiriman kepiting, lobster, dan rajungan ‘terlarang’ masih saja berlangsung. Tak heran Badan Karantina Ikan Pengendali Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas I di Balikpapan Masih berulang menggagalkan pengiriman yang tergolong terlarang itu.

Badan karantina mencatat, terdapat 14 kali penggagalan sejumlah pengepul yang masih saja ‘gigih’ di rentang 23-27 Januari 2015. “Pada dasarnya pengusaha, pengepul, dan petani juga sudah tahu. Kita sudah sosialisasi sebelum permen keluar. Dalam tiap sosialisasi, banyak di antara mereka yang rajin hadir. Tapi beberapa di antara mereka tetap ada yang coba-coba dan kami gagalkan pengirimannya,” kata Siti Chadidjah MSi, Kepala Badan Karantina. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com