Ke-111 tenaga kerja ilegal tersebut diangkut dengan menggunakan KM Purnama Expres yang bersandar di Pelabuhan Tunon Taka pukul 18:00 Wita. Kebanyakan kasus yang dialami buruh deportan itu adalah tidak adanya dokumen resmi saat bekerja di Malaysia.
Salah satu buruh ilegal asal Sulawesi Selatan, Aris yang bekerja di perkebunan sawit mengatakan, memasuki Negara Malaysia hanya bermodal kepercayaan kepada pengurus yang menjanjikan gaji hingga Rp 1 juta.
"Semua teman saya ada 7, semuanya lari karena tidak digaji selama bekerja di sana. Saya bekerja di Felda Sahabat 20 hampir setahun. Kami berangkat dari Sungai Nyamuk tanpa dokumen. Janjinya gajinya satu hari satu juta. Gampang di sana. Biaya yang nanggung pengurus,“ ujar Ari, Senin (19/01/2015).
Dalam rombongan buruh yang dideportasi itu terdapat 1 bayi yang berusia 1 bulan 18 hari. Hermin, tenaga kerja ilegal asal Tator mengaku sudah 10 tahun hidup di Malaysia mengikuti suaminya yang bekerja sebagai buruh ilegal bangunan di Kota Keke karena masa belakunya paspor sudah habis.
Selama bulan Januari 2015, Pemerintah Malaysia telah 2 kali melakukan deportasi tenaga kerja ilegal melalui Nunukan. Berdasarkan data BP3 TKI Nunukan, dari 189 tenaga kerja yang dideportasi, kebanyakan mengaku akan mengurus dokumen untuk kembali ke Malaysia.
Masih longgarnya pengawasan terhadap jalur tikus di wilayah perbatasan disinyalir digunakan oleh tenaga kerja ilegal untuk kembali ke Malaysia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.