Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Penasihat Hukum Rudy Soik Harus Hadirkan Ahli Kepolisian"

Kompas.com - 23/12/2014, 02:36 WIB
Kontributor Kupang, Sigiranus Marutho Bere

Penulis

KUPANG, KOMPAS.com - Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus mengatakan, tim penasihat hukum Brigadir Polisi (Brigpol) Rudy Soik harus membekali terdakwa Rudy Soik dengan ahli kepolisian dan ahli pidana. Hal ini diperlukan untuk menegaskan bahwa tindakan Rudy Soik terhadap saksi korban, Ismail Pati Sanga, adalah tindakan polisionil yang masih dalam batas-batas dibolehkan oleh Undang-Undang (UU) Kepolisian dan KUHAP.

Sebab, Petrus melanjutkan, antara Rudy Soik, Ismail Pati Sanga dan target yang akan dicapai masih ada hubungan dengan tugas Rudy Soik selaku penyidik yang menjalankan perintah tugas membongkar jaringan human trafficking di NTT.

“Penasihat hukum Rudy Soik harus menghadirkan ahli kepolisian dan ahli pidana untuk membedah lebih dalam sampai batas mana seorang pejabat polisi sebagai penyidik bisa atau boleh melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum, ketika menjalankan perintah tugas terkait dengan kewenangannya untuk melakukan tindakan yang berdasarkan penilaiannya sendiri,” kata Petrus Selestinus kepada Kompas.com, Senin (22/12/2014).

Menurut Petrus, kewenangan polisi bertindak, menurut UU Kepolisan, adalah penjabaran dari KUHAP tentang kewenangan polisi ketika melakukan penangkapan dan penggeledahan. Ketika itu, polisi dapat melakukan tindakan lain yang berdasarkan hukum. Jadi kata Petrus, selain bukti- bukti lain seperti keterangan saksi, visum dan pengakuan terdakwa, juga pendapat ahli menjadi hal yang sangat penting. Apalagi, jika dari unsur kepolisian ada yang bisa dan harus menerangkan bagaimana sejarah lahirnya pasal yang mengatur tentang kewenangan polisi untuk bertindak sendiri.

”Mengapa pasal diskresi kepolisian yang memberi wewenang kepada polisi untuk bertindak berdasarkan penilaiannya sendiri, adalah hal yang menjadi kunci memenangkan Rudy Soik dalam dakwaan penganiayaan,” ucap Petrus.

Petrus mengatakan, tim penasihat hukum Rudy Soik harus menekuni persidangan Rudy ini dan jangan biarkan Rudy disidang tanpa didampingi penasihat hukum sebagaimana terjadi dalam sidang-sidang yang lalu. Karena bagaimanapun, lanjut Petrus, kasus Rudy Soik sudah menjadi milik publik dan publik sangat berkepentingan dengan keberanian Rudy Soik membongkar dugaan adanya jaringan mafia trafficking dalam internal Polda NTT.

“Karena itu masyarakat sangat berkepentingan dan berharap agar, hakim mempertimbangkan sebuah putusan bebas dari hakim dalam perkara yang didakwakan kepada Rudy Soik dan Rudy Soik harus dianggap tidak bersalah hingga hakim menjatuhkan vonis berdasarkan bukti-bukti yang kuat dan putusannya berkekuatan hukum tetap,” ucap Petrus.

Untuk diketahui, dugaan penganiayaan itu muncul setelah Rudy yang menjabat penyidik di Direktorat Kriminal Khusus Polda NTT menjemput Ismail dan memintanya memberi tahu keberadaan Tony Seran, terduga pelaku perdagangan manusia. Ketika Ismail menjawab tidak tahu, terjadilah cekcok di antara mereka. Saat itu, Rudy diduga memukul dan menendang dada Ismail.

Sebelum dituduh menganiaya Ismail, Rudy telah mengadukan atasannya, Direktur Krimsus Polda NTT Komisaris Besar MS ke Komnas HAM di Jakarta pada 19 Agustus 2014. Menurut Rudy, MS telah menghentikan secara sepihak penyidikan kasus calon TKI ilegal yang sedang ia tangani.

Rudy mengatakan, kasus calon TKI ilegal itu terjadi pada akhir Januari 2014. Terkait laporannya ke Komnas HAM, Rudy menyatakan siap dipecat jika aduannya terbukti merupakan rekayasa. Namun, jika komandan yang terbukti bersalah, maka dia meminta masyarakat dan pemerintah untuk menghukum atasannya itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com