Penangkapan tersebut membuat nelayan di daerah itu bingung sebab mereka tak sadar bahwa alat tangkap yang mereka buat sendiri itu ternyata melanggar hukum.
"Kami tak tahu bahwa alat tangkap itu (pukat harimau mini) melanggar. Alat itu selama ini kami buat sendiri. Kalau memang tak boleh menggunakannya, mengapa kami tak diberikan bantuan alat tangkap yang diperbolehkan," keluh tokoh sepuh nelayan di Kota Bengkulu, Kadir (54) di sela sidak pihak kepolisian terhadap dua kapal nelayan yang ditangkap karena menggunakan alat tangkap pukat mini, Selasa (16/12/2014).
Kadir menyebutkan, selama 30 tahun menjadi nelayan, dirinya tak pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah. Dia juga mengatakan terdapat 3.000 nelayan yang berada di dalam komunitasnya mayoritas menggunakan alat tangkap pukat harimau mini.
Menurut Kadir, pukat harimau mini yang mereka gunakan berukuran 9 meter x 15 meter dan tak sampai menyentuh dasar laut sehingga tak merusak terumbu karang.
Dia menyebutkan bahwa nelayan di Kota Bengkulu membutuhkan jaring tangkap berupa jaring tenggiri, mancong dan rampus. Namun demikian, Kadir tetap berjanji akan membantu kepolisian untuk melakukan sosialisasi kepada para nelayan agar menghentikan penggunaan alat tangkap jenis pukat harimau.
"Karena ini dilarang maka saya akan ikut membantu polisi melakukan sosialisasi pada nelayan lain agar tak lagi menggunakan alat tangkap berupa pukat mini," bebernya.
Sementara itu, Kapolda Bengkulu, Brigjen Pol. M. Gufron menyebutkan bahwa pihaknya akan terus melakukan patroli di wilayah laut Bengkulu untuk membersihkan kapal-kapal yang mencari ikan menggunakan pukat harimau.
"Ini kan berbahaya karena merusak terumbu karang dan membunuh ikan kecil lainnya," pungkas Gufron.
Sebelumnya, dalam kunjungan ke Bengkulu beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo memerintahkan jajaran kepolisian dan TNI AL untuk membersihkan alat tangkap menggunakan pukat harimau yang banyak ditemukan di perairan Bengkulu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.