"Kita terdiri dari ahli geologi dan teknik sipil, kemarin sudah mendatangi lokasi dan melakukan investigasi dibeberapa lokasi," ujar Wahyu Wilopo, Dosen Teknik Geologi UGM, Senin (15/12/2014).
Hasil dari investigasi tim UGM menunjukkan banyak titik-titik retakan di atas lokasi longsor maupun sekitar wilayah Karang Kobar, Kabupaten Banjarnegera. Bahkan ada tiga retakan tanah yang memiliki panjang mencapai 100 meter.
"Awalnya 20, setelah kembali melakukan penyisiran kita temukan 14 titik lagi. Jadi total ada sekitar 34 titik retakan, antara lain ada di Karang Kobar dan Wanayasa," tegasnya.
Menurut dia, dengan adanya retakan maka potensi terjadinya tanah longsor masih bisa terjadi. Apalagi ditambah dengan guyuran hujan yang deras, air akan mengisi pori-pori tanah dan celah-celah retakan sehingga memicu longsor.
"Kita ada titik koordinat lokasinya, hanya kalau nama lokasinya belum tahu," paparnya.
Sebelum terjadi peristiwa tanah longsor itu, imbuh Wahyu, intenstas hujan mencapai 101,8 mm perhari. Sama dengan longsor 2006 di Cijeruk dan banjir di Manado, hujan turun sangat lebat selama beberapa jam. Ia mengungkapkan pada tahun 2006-2007 UGM sudah melakukan penelitian dan memang daerah tersebut masuk dalam zona merah bencana tanah longsor.
Selain geografisnya, banyak tebing yang curam dengan tanah yang rapuh, juga karena penggunaan lahan dan drainase yang kurang baik. Misalnya, di sana terdapat area persawahan yang ada diatas bukit sementara rumah warga ada di bawah. Ketika hujan lebat turun, air sawah tentu akan meluap ke bawah.
"Perlu ada sosialisasi dan mitigasi bencana longsor. Sebab potensi longsor masih ada, jadi kalau hujan turun dengan intensitas tinggi selama dua jam atau lebih masyarakat harus segera menyelamatkan diri," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.