Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Curhat soal Kekerasan Seksual, Remaja Kirim Surat untuk Jokowi

Kompas.com - 11/12/2014, 17:43 WIB
Kontributor Kupang, Sigiranus Marutho Bere

Penulis


KEFAMENANU, KOMPAS.com — Sejumlah remaja di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur (NTT), yang tergabung dalam Aliansi Remaja Binmafo (Arbi), menyampaikan curahan hati (curhat) tentang kekerasan seksual yang sering menimpa remaja di daerah tersebut melalui surat yang dikirimkan kepada Presiden Joko Widodo.

Para remaja yang didampingi Gerakan Orang Tua Peduli Remaja (Ratupeja), lembaga swadaya masyarakat, Institut Hak Asasi Perempuan (IHAP), dan perwakilan Kabupaten TTU itu bersama-sama mengirim surat kepada Jokowi melalui Kantor Pos cabang Kefamenanu.

Koordinator Arbi, Mesry Tefa, mengatakan, surat tersebut intinya berisi tentang keprihatinan dan dukungan kepada pemerintah untuk memberikan pemenuhan hak kepada perempuan dan anak serta remaja pada kasus kekerasan seksual yang terjadi.

"Kita berharap semoga kasus hak seksual reproduksi ini bisa diminimalisasi di tingkat kabupaten sampai tingkat nasional di seluruh Indonesia sehingga menciptakan remaja generasi bangsa yang cerdas, sehat, dan bebas dari kasus kekerasan seksual. Dengan surat yang kita kirim ini, kita berharap semoga Pak Jokowi bisa membaca surat-surat kami sebagai anak-anak bangsa yang sangat mengharapkan perhatian pemerintah dan setelah membaca suratnya bisa ditindaklanjuti oleh Bapak Jokowi," harapnya.

Mesry pun berharap pemerintah bisa serius memperhatikan kasus-kasus pelecehan seksual yang terjadi di Kabupaten TTU.

Sementara itu, perwakilan Institut Hak Asasi Perempuan (IHAP) Kabupaten TTU, Marcel Monemnasi, mengatakan, surat yang dikirim kepada Jokowi itu terkait fenomena kekerasan seksual yang melanda remaja.

"Kita tahu bahwa Presiden Jokowi memiliki program revolusi mental. Karena itu, hemat kita, revolusi mental hanya akan terwujud jika remaja dididik secara terintegral, termasuk di dalamnya pendidikan hak kesehatan seksual reproduksi. Sebab, ketika sudah terjadi kasus, akan sulit diperbaiki mental remaja. Maka, langkah solutif yang efektif adalah dengan tindakan preventif, yakni melakukan edukasi hak seksual reproduksi secara komperhensif dengan melibatkan pemerintah, orangtua, sekolah, dan remaja itu sendiri," ujarnya.

Menurut Marcel, tren peningkatan kasus kekerasan seksual di kalangan remaja yang tidak hanya sebagai korban, tetapi juga sebagai pelaku. Hal tersebut dilatarbelakangi karena tidak tersedianya edukasi hak seksual reproduksi yang komprehensif di kalangan remaja.

Jika tidak dibendung sekarang, itu akan terus meningkat. Terlebih lagi, tingginya angka kekerasan seksual dinilai sangat berdampak pada angka putus sekolah.

Fenomena pergaulan remaja sekarang, lanjut Marcel, terkesan lebih bebas dan diperparah dengan akses informasi teknologi yang tidak difilter oleh orangtua.

Selain itu, penanganan kekerasan dari sisi hukum juga tidak berjalan dengan baik karena faktor budaya. Kebanyakan orangtua cenderung menyembunyikan kasus kekerasan seksual dengan alasan malu.

Oleh karena itu, Marcel berharap pemahaman mengenai hak seksual reproduksi perlu juga diberikan kepada orangtua. Pemerintah pusat, melalui pemerintah daerah, juga diharapkan bisa mengeluarkan kebijakan terkait edukasi hal tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com