Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bekas Galian Tambang di Magelang Sering Makan Korban Jiwa

Kompas.com - 10/12/2014, 19:28 WIB
Kontributor Magelang, Ika Fitriana

Penulis

MAGELANG, KOMPAS.com - Aktivitas pertambangan galian C (pasir dan batu) di alur sungai yang berhulu di Gunung Merapi kerap meninggalkan lubang-lubang besar dan dalam. Ketika musim hujan tiba, lubang-lubang tersebut berubah menjadi kubangan air mirip danau.

Kubangan tersebut kerap memakan korban jiwa, sebagian besar anak-anak. Peristiwa terakhir, dua bocah sekolah dasar tewas tenggelam di kubangan bekas galian tambang alat berat di alur sungai Pabelan di Dusun Blangkunan Selatan, Desa Pabelan, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Selasa (9/12/2014). Kejadian tersebut tak ayal membuat duka mendalam bagi keluarga dua bocah bernama Helena Joyce (8) dan Sherin El Fareta Nindya (8) itu. Pun bagi warga sekitar yang menjadi semakin resah. [Dua Siswi SD Tewas Tenggelam di Kubangan Bekas Galian Tambang]

"Seharusnya setelah ditambang memakai alat berat, lubang-lubang itu ditutup lagi karena membahayakan warga, terutama anak-anak," ucap Diana Wulandari (38), ibunda mendiang Helena Joyce, Rabu (10/12/2014).

Diana masih terpukul atas kepergian putri tercintanya itu. Ia tidak menduga Joyce menjadi korban penambangan liar yang sering terjadi di sungai Pabelan. Mendiang Helena dimakamkan di pemakaman desa setempat Rabu siang sekitar pukul 11.00 WIB.

Diana menceritakan, Joyce dan sahabatnya, Sherin, ditemukan tidak bernyawa setelah tenggelam di kubangan bekas galian pasir. Helena merupakan warga Dusun Blangkunan Selatan, sementara Sherin asal Dusun Tegal Slerem, Desa Sedayu, Kecamatan Muntilan. Kedua korban masih duduk di kelas III SD Bentara Wacana, Kecamatan Muntilan.

Ketua Wilayah Gereja Katolik Mungkid Y Setyo Widodo menyesalkan ada warganya yang menjadi korban tidak langsung dari penambangan alat berat. Ia menilai, pemerintah dan para penambang alat berat berkewajiban untuk mengembalikan kondisi lahan seperti semula.

"Selain membahayakan anak-anak, bekas galian tersebut juga berpotensi menimbulkan overslah atau perubahan aliran banjir lahar dingin Merapi, harusnya jangan dibiarkan terbuka," ungkap Setyo.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Forum Rembug Lintas Merapi (FR-Merapi) Agus M Sidik berpendapat, pemerintah daerah setempat dan penambang liar adalah pihak yang paling bertanggung jawab atas peristiwa tewasnya Helena dan Sherin serta korban-korban sebelumnya. Maraknya penambangan liar yang memakai alat berat dinilai sebagai akibat lemahnya penegakan aturan peraturan derah (perda).

"Pemerintah masih belum dapat menindak tegas para penambang liar. Penambangan dibiarkan tidak terkendali," kata Agus.

Kepala Dusun Blangkunan Selatan Budyar menyebutkan, lubang-lubang galian tersebut merupakan sisa penambangan alat berat sekitar awal tahun 2004 silam. Disebutkan, kedalaman lubang galian tersebut sekitar 2-3 meter.

"Setelah menggali, kebanyakan mereka (para penambang) meninggalkan begitu saja lubang- lubang itu, tidak ditutup lagi," pungkas Budyar.

 
 
 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com