Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demi Ketujuh Anaknya, Adi Tawarkan Ginjal untuk Dijual

Kompas.com - 10/12/2014, 19:04 WIB
Kontributor KompasTV, Muhamad Syahri Romdhon

Penulis


CIREBON, KOMPAS.com – Adi Andreas (32) menjalani kehidupan sangat sederhana di gubuk berbahan anyaman bilik bambu bersama istrinya, Yuni, dan dua anak balitanya. Jaraknya tak jauh dari pusat pemerintahan Kota Cirebon atau sekitar dua ratus meter dari Terminal Bus Harjamukti Kota Cirebon. Tak jauh dari tempat di mana rencana pembangunan gedung balaikota Cirebon Jawa Barat senilai Rp 80 miliar berembus.

Sehari-hari, mereka beraktivitas sebagai tukang jual beli barang bekas. Saat matahari pagi datang, Adi dan Yuni merapihkan barang-barang di gubuk sederhana itu sembari menunggu seseorang yang menjual barang rongsok padanya. Adi menimbangnya dan Yuni mencatat hasil timbangan itu.

“Kalau kertas semen, dan botol plastik, satu kilonya paling dua ribu rupiah. Kalau kaleng dan beling ya lebih mahal,” kata Yuni di tengah aktivitas penimbangan, Rabu (10/12/2014) siang.

Tiap satu kilo barang yang dijual, Adi dan Yuni sepakat, hanya mengambil untung Rp 500 hingga Rp 1.000. Bila dikalkulasikan tiap harinya, sepasang suami istri itu hanya mengantongi untung sekitar Rp 30.000-Rp 50.000. Meski terbilang sangat kecil, mereka terus menjalani aktivitas itu setiap harinya.

KOMPAS.com/Mohamad Syahri Romdhon Adi Andreas sedang menimbang hasil rongsokan seseorang padanya, di gubuknya d pinggir Pantura sekitar Terminal Harjamukti Kota Cirebon, Jawa Barat, Rabu (10/12/2014) siang.

Tak hanya menerima, Adi kemudian membawa hasil beliannya itu ke belakang rumah untuk disortir. Dia memisahkan barang rongsokan jenis plastik, kertas, kaleng, dan beling-belingan.

“Dipisahkan, dibersihkan, dan dibungkus lagi, dan ditimbang lagi. kalau sudah rapih, baru dijual,” ungkap Adi.

Pendapatan yang sangat kecil itu membuat Adi harus berpisah dengan lima anaknya yang lain. Di rumah kontrakan yang hanya satu petak, Adi tinggal bersama Yuni dan dua anak yang masih berusia satu dan empat tahun, sedangkan lima anak lainnya dititipkan pada ibunya yang tinggal di Kecamatan Arjawinangun, Kabupaten Cirebon.

Di sela aktivitas mereka itu, Yuni dan Adi menyempatkan tersenyum kepada anak-anaknya yang masih balita.

Mantan pelatih kebugaran

Adi mengaku memilih menekuni aktivitas jual beli rongsok ketimbang berbuat kriminal dan merugikan banyak orang. Selain itu, menurut dia, kondisi tubuhnya masih sehat dan kuat karena tidak merokok sejak kecil. Hal itu terbukti dari postur tubuhnya yang tinggi besar dan dua lengannya yang kekar.

“Dulu saya pelatih senam dan olahraga di beberapa tempat kebugaran Pak, makanya ini badan masih terlihat besar. Tapi gaji pengajar tidak cukup memenuhi kebutuhan keluarga,” ungkap Adi.

Jual ginjal

Namun, belakangan ini, seseorang yang meminjamkan modal untuk usaha jual beli rongsokan kepada Adi datang menagih. Si pemberi utang berulang kali menelpon dan meminta Adi untuk segera melunasinya. Adi pusing karena hanya diberi batas akhir pembayaran hingga akhir Desember ini.

“Kalau boleh jujur, pusing sekali Pak. Usaha kemana pun sudah saya lakukan, doa pun tiada henti. Tapi belum juga ada hasil. Pemberi pinjaman modal terus menagih di saat usaha saya jatuh,” keluh Adi.

Di tengah tuntutan itu, Adi mengaku membutuhkan biaya untuk anaknya yang dititipkan sedang sakit liver. Adi dan Yuni hanya bisa pasrah dan tak dapat berbuat banyak. Dia pun hanya bisa membiarkan anaknya dirawat di rumah bersama neneknya. Hanya sesekali, dia pulang untuk menjenguk dan memberikan uang seadanya.

“Mau bagaimana lagi, saya sudah tidak punya pilihan lain. Saya berani untuk menawarkan dan menjual ginjal saya kepada siapapun yang membutuhkan,” ungkap Adi mengutarakan rencana yang juga didukung istrinya itu.

Adi dan Yuni terus berusaha untuk mencari orang yang membutuhkan ginjal meski tak dapat memastikan biaya yang tepat untuk menjualnya. Dia hanya memikirkan bagaimana cara untuk bisa segera melunasi utang, mengobati anaknya, dan menghidupi seluruh kebutuhan ketujuh anaknya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com