Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sekali-sekalinya, Pontang-panting Demi "Susi Air"...

Kompas.com - 10/12/2014, 06:26 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

MALINAU, KOMPAS.com - Setelah tiga hari mencumbui jalanan tanah licin di tengah hutan pedalaman Malinau, Kalimantan Utara, Senin (8/12/2014), rombongan Safari Natal 2014 Bupati Malinau Yansen Tipa Padan akan melanjutkan perjalanan lewat udara lagi.

Sejak 1 Desember 2014, Kompas.com--reporter Fabian Januarius Kuwado beserta fotografer Fikria Hidayat dan Kristianto Purnomo--turut menjelajahi pedalaman Malinau bersama rombongan safari tersebut. Kompas.com menurunkan kisahnya dalam tulisan berseri.

Pukul 09.00 Wita, Senin, rombongan sudah bersiap meninggalkan rumah Sugeng, orang asal Ngawi, Jawa Timur, yang telah lama tinggal di Desa Data Dian, Kecamatan Kayan Hilir. Perjalanan kami akan berlanjut menuju Desa Apau Ping, Kecamatan Bahau Hulu.

Meski masih dalam satu kabupaten, kami harus menumpang pesawat perintis untuk bisa tiba di Desa Apau Ping. Lapangan terbang di Desa Data Dian, kira-kira berjarak 3 kilometer dari rumah Sugeng. Sebuah cerita tersendiri telah menanti soal ini.

Menikmati semilir di atas ketinting

Ada dua alternatif cara untuk tiba di Lapangan Terbang Desa Data dian. Pertama, naik ketinting--sampan kecil khas setempat--lalu berlanjut jalan kaki. Kedua, jalan kaki saja.

Karena pesawat yang hendak ditumpangi dijadwalkan terbang pukul 10.00 Wita, rombongan memutuskan alternatif pertama sebagai cara untuk ke lapangan terbang.

"Teketek... Teketek... Teketek... Teketek," keriut statis mesin ketinting menjadi bunyi latar buat kami mengarungi Sungai Kayan, tak lama kemudian.

KOMPAS.com / FIKRIA HIDAYAT Ilustrasi ketinting, sampan kecil yang banyak dijumpai di sungai-sungai di Kalimantan, termasuk di Kalimantan Utara. Gambar diambil pada Selasa (2/9/2014), di Sungai Mahakam di Kota Bangun, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Deretan pohon meranti, karet, dan bambu, berseling dengan sawah di tepian sungai, menyegarkan mata di sepanjang perjalanan bersampan. Sekitar 15 menit melaju, satu per satu mesin ketinting dimatikan, berganti tenaga kayuhan si empunya sampan untuk mendekati tepian.

Kami sudah tiba di lapangan terbang desa, atau lebih tepat adalah tiba di bangunan pertamanya. Berjarak sekitar 10 meter dari tepi Sungai Kayan, sebuah bangunan serupa pondok berukuran 5x5 meter persegi berdiri.

Bagi kami, pondok ini terlihat seperti bangunan di tempat wisata yang sudah lama tak kedatangan wisatawan. Kusam.

Jalan penghubung dari sungai hingga bangunan ini adalah jalan setapak berlapis semen, dengan hutan di kiri kanannya. Jalan serupa akan akrab dengan kami hingga sejam ke depan.

Perjalanan ke "puncak"

Bupati Yansen dan stafnya sudah berjalan di depan kami yang berjalan santai didampingi Kirsing, salah satu pemuda desa. Lahir dan besar di Desa Data Dian, Kirsing bercerita banyak soal lapangan terbang desanya yang sedang kami dekati setapak-demi setapak.

"Semenjak saya lahir, lapangan terbang ini sudah ada. Dibangunnya sekitar tahun 1960," sebut Kirsing, meski tak bisa memastikannya juga. Menurut cerita para orang tua, tutur dia, masyarakat desanya sebenarnya ingin membangun lapangan terbang di salah satu bukit yang lebih dekat ke desa mereka.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com