Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nyanyian Sunyi Pesut Mahakam...

Kompas.com - 14/11/2014, 23:47 WIB
Ary Wibowo

Penulis

KOMPAS.com - Sebuah monumen batu, tegak di samping Jembatan Mahakam, Kota Samarinda, Kalimantan Timur. Meski kusam dan tidak terawat, patung batu dua ekor pesut mahakam (Orcaella brevirostris) yang berada di atas monumen tersebut tetap terlihat seolah tengah bermain riang gembira.

Pada 2 Agustus 1986, Monumen Pesut Mahakam itu diresmikan Presiden Kedua Republik Indonesia, Soeharto. Peresmian monumen tersebut dilakukan bersamaan dengan pembukaan Jembatan Mahakam, jembatan sepanjang 400 meter yang dibangun untuk menghubungkan Kota Samarinda dengan wilayah Kecamatan Samarinda Seberang.

Bagi penduduk setempat —tak hanya Kota Samarinda tetapi seluruh wilayah di aliran Sungai Mahakam, termasuk Kutai Kartanegara— monumen pesut mahakam adalah simbol kota mereka.  Pesut mahakam sejak puluhan tahun lalu dianggap telah hidup bertetangga dengan masyarakat setempat yang mayoritas bekerja sebagai nelayan.

Namun, tak seperti keriangan yang tampak di Monumen Pesut Mahakam, nasib hewan mamalia air yang hidup di sungai-sungai daerah tropis itu terancam. Pesut Mahakam sudah nyaris punah, sebagai satu lagi potret buram dari pembangunan yang tak selalu mendatangkan nuansa cerah di wilayah kaya sumber daya alam.

Sangat terancam

Randall R Reeves dalam karyanya Dolphins, Whales and Porpoises: 2002-2010 Conservation Action Plan for the World's Cetaceans, menuturkan, Orceaella brevirostis di perairan Sungai Mahakam memiliki kesamaan dengan yang ditemukan di Sungai Irawaddy di Myanmar dan Mekong di Vietnam.

Berdasarkan catatan International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), Orceaella brevirostis di Sungai Mahakam berada dalam status sangat terancam punah. Hasil penelitian Yayasan Rare Aquatic Species of Indonesia (RASI) pun mencatat hanya 90 ekor pesut yang masih berada di perairan sungai Mahakam pada 2007.

Hasil penelitian itu juga menyebutkan rata-rata kematian antara 1995 hingga 2007 adalah empat ekor pesut per tahun. Penyebab kematiannya, mulai dari tersangkut di jaring para nelayan, penurunan jumlah makanan akibat teknik penangkapan ikan ilegal, hingga kerusakan habitat akibat ponton pengangkut batubara.

"Makanya kita semua termasuk masyarakat, pemerintah, swasta dan siapa saja yang terkait dengan Mahakam saya harap mendukung pelestarian pesut dengan tidak berbuat sesuatu yang dapat merusak Sungai Mahakam," ujar salah satu peneliti Yayasan RASI, Danielle Kreb.

Saksi zaman sejarah bangsa bermula

KOMPAS.com / FIKRIA HIDAYAT Sungai Pela, anak Sungai Mahakam di Kecamatan Kota Bangun, Kutai Kartanegara, Kaltim, Rabu (3/9/2014). Kawasan ini merupakan salah satu habitat mamalia air tawar terancam punah yaitu pesut mahakam, yang populasinya tidak lebih dari 90 ekor. KOMPAS.com / FIKRIA HIDAYAT
Sejak awal, Sungai Mahakam tidak bisa dilepaskan dari perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia. Berkembangnya peradaban kerajaan yang dihuni berbagai ras, adat-istiadat di wilayah Kalimantan Timur sangat berkaitan erat dengan teknologi kemaritiman yang memanfaatkan aliran Sungai Mahakam.

JG de Casparis, sejarawan asal Belanda, dalam karyanya Indonesian Palaeography: A History of Writing in Indonesia from Beginnings (1975), mencatat ada tujuh prasasti yupa yang ditemukan di kawasan Muara Kaman, kampung yang terletak sekitar 110 kilometer ke arah hulu Sungai Mahakam dari Kota Samarinda. Prasasti yupa tersebut, menurut Casparis, ditemukan pada 1879 dan 1940.

Bahasa sanskerta dan aksara pallawa yang tertulis dalam beberapa prasasti Yupa itu diperkirakan berasal dari permulaan abad kelima atau sekitar 400 Masehi. Menurut para sejarawan, sejumlah prasasti Yupa ini merupakan sumber data tekstual tertua yang pernah ditemukan di Indonesia sejauh ini. Dengan begitu, bisa dikatakan, wilayah Muara Kaman, yang terletak di pedalaman sungai Mahakam itu merupakan tempat bermulanya zaman sejarah bagi bangsa Indonesia.

Dalam salah satu prasasti Yupa disebutkan, pada masa Kerajaan Kutai Martapura ada persembahan emas yang sangat banyak kepada para Brahmana dan persembahan sapi dari Raja Mulawarman yang berjumlah 20.000 ekor. Berdasarkan sumber sejarah itulah, tidak heran di daerah pesisir Mahakam ditemukan beberapa artefak seperti keramik-keramik serta patung perunggu.

Seiring perjalanannya, Kerajaan Kutai Martapura kemudian mulai menjalin hubungan ekonomi dengan bangsa-bangsa asing. Di sinilah aliran Sungai Mahakam mulai memainkan peran vital bagi kehidupan penghuni-penghuninya di pesisir. Sungai dengan panjang 920 kilometer itu pun bertransformasi laiknya "jalan raya" bagi proses perdagangan.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com