Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Beginilah Diskriminasi yang Dialami Penghayat Sunda Wiwitan...

Kompas.com - 14/11/2014, 08:04 WIB
Kontributor Bandung, Reni Susanti

Penulis

KUNINGAN, KOMPAS.com — Bukan hal mudah mempertahankan diri menjadi penghayat Sunda Wiwitan. Selain diskriminasi yang kerap diterima sejak lahir, mereka tak jarang dianggap remeh. Salah satunya dalam hal kartu tanda penduduk (KTP).

Seorang penghayat Sunda Wiwitan, Dewi Kanti Setianingsih (39), menceritakan pengalamannya saat mengurus KTP. Kala itu, tahun 2010, saat masih tinggal di Jakarta, ia berniat mengganti KTP. Dalam KTP sebelumnya, kolom agama diisi tanda setrip (-). Namun, saat KTP-nya yang baru rampung, dia pun kaget sebab di kolom agama dituliskan Islam.

Dewi pun kembali mengajukan pembuatan KTP untuk memperbaiki kolom agama. Lagi-lagi aparat menganggap enteng dan menuliskan agama di luar keyakinan Dewi. "Akhirnya, saya menulis surat ke Lurah Cilandak Jakarta Barat tertanggal 15 Juni 2010 atas kekeliruan yang dilakukan petugas di sana," kata Dewi, kepada Kompas.com belum lama ini.

"Selain surat, saya sertakan bukti hidden camera percakapan saya dengan petugas pembuatan KTP. Setelah itu, baru KTP saya benar, kolom agama dikosongkan. Pokoknya saat itu, dalam empat hari, dicetak tiga KTP atas nama saya," sambung Dewi.

Kejadian lain yang tak kalah menyedihkan adalah ketika Dewi kehilangan dompet. Untuk mengurus KTP dan ATM yang raib bersama dompet tersebut, Dewi mendatangi kepolisian untuk membuat surat kehilangan. Dia pun mulai ditanyai soal identitas diri untuk pengisian formulir surat kehilangan yang sudah menggunakan komputer.

Begitu masuk ke kolom agama, polisi kebingungan. "Saya jawab, agama saya kepercayaan. Polisi bertanya, 'Apa tuh? Gak ada di kolomnya.' Saya meminta untuk dikosongkan dan polisi berkata kalau dikosongkan, suratnya tak bisa dicetak dan enggak bisa dapetin surat kehilangan. Akhirnya, saya bilang, cari kolom agama yang penganutnya sedikit saja. Polisi pun mengisi Khonghucu," ujar Dewi.

Belum lagi ketika berbicara soal PNS. Dewi bercerita, beberapa tahun lalu, adiknya hendak mendaftar PNS secara online. Namun, hal itu urung dilakukan karena dalam formulir itu hanya tercantum agama yang diakui negara.

Sebenarnya, kata Dewi, yang diperjuangkannya selama ini bukan hanya pengakuan dalam selembar KTP. Para penghayat membutuhkan perlindungan tanpa diskriminasi. Jika akan dicantumkan di KTP, semua harus tanpa syarat. Sebab, identitas itu merupakan hak mendasar. Terlebih lagi, Sunda Wiwitan sudah ada sebelum negara ini berdiri.

"Bahkan, leluhur kami ikut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, terutama dalam membakar semangat nasionalisme lewat budaya, meskipun kami mendapat perlakuan yang tidak mengenakkan sejak zaman Belanda," tutur dia.

Baca juga: Penganut Sunda Wiwitan Tak Bisa Punya Akta Nikah?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com