Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Anak Indigo Palembang, Jadi Penulis Novel Terlaris

Kompas.com - 24/10/2014, 16:24 WIB
PALEMBANG, KOMPAS.com - Suasana di Jalan A Yani, Plaju, Rabu (22/10/2014), ramai kendaraan melintas, pejalan kaki, dan pedagang. Tetapi pandangan seorang wanita berjilbab, yang duduk di teras restoran cepat saji, siang itu, enggan lama-lama ke arah keramaian. Ia lebih banyak menunduk, sesekali menoleh temannya di samping.

“Saya lihat ada seorang istri seorang Belanda di belakang itu. Istri Mayor Williams,” ujarnya menyebut sosok mahluk gaib yang berdiri di belakang Tribun Sumsel siang itu.

DL, merupakan satu dari delapan anak yang diketahui memiliki kemampuan indigo yang tinggal di Palembang. Indigo adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan anak yang diyakini memiliki kemampuan atau sifat yang spesial, tidak biasa, dan bahkan supranatural.

Selain itu, ia juga memiliki kemampuan melihat peristiwa di masa lampau (retrocognition). Dua kemampuan yang diperoleh dan disadari satu bulan setelah dia duduk di kelas 1 SMP.
Namun, gara-gara ketidakmampuan mengendalikan kelebihan itu berujung pada hal yang menyakitkan hati wanita berparas ayu ini. Ia dicemooh teman di sekolah, dikatakan gila, dipukul, dan jilbabnya ditarik sampai lepas. Tak bisa diperbuat, ia hanya bisa menangis menerima perlakuan keji itu.

 “Saya waktu itu pernah melihat ada anak-anak mahluk itu (gaib) turun tangga, lalu meminta teman-teman minggir agar tidak ditabrak. Mereka tidak percaya, malah mengatakan bohong. Sudah katakan ke guru, tapi diminta untuk tidak lagi membicarakannya,” ujar gadis ini.

Hampir semua temannya tidak percaya lagi pasca-kejadian itu. Oleh sebab itu, dia menghabiskan banyak waktu senggang di sekolah untuk mengunjungi perpustakaan agar tidak diejek dan menghindari pertentangan pendapat dengan temannya.

Setamatnya dari sekolah itu, DL tidak melanjutkan sekolah ke jenjang berikutnya. Ia dan orangtuanya khawatir kejadian menyakitkan itu bakal terulang di sekolah yang baru.
Bahkan saat ini, pergaulan gadis setinggi 155 centimeter ini tidak sebebas seperti biasanya. Hari-harinya banyak dihabiskan di rumah, menulis novel, membaca, bermain komputer, dan nonton tv.

Bertemu senior

Rasa kesepian itu perlahan hilang sejak mengenal Rassa Shienta ZA, juga indigo yang lebih senior. Rassa, merupakan penulis novel yang berniat membimbing juniornya itu agar bisa mengoptimalkan kemampuannya untuk hal-hal berguna.

Pertemuan itu bermula dari pertemanan di jejaring sosial. Setelah melalui proses pengenalan cukup lama, keduanya semakin akrab ketika sudah berjumpa langsung. Setelah dipelajari kemampuan dan dilakukan pemetaan potensi, Rassa memastikan bakat yang dimiliki anak asuhnya itu menjadi penulis.

“Saya setelah menemukan anak, akan pelajari karakter, genetiknya, dan riwayat indigonya. Lalu petakan potensinya, tidak semua orang bisa menulis. Kalau yang satu ini saya lihat punya kemampuan menulis,” ujarnya sambil memegang pundak gadis cantik di sebelahnya.

Pemetaan potensi itu juga pernah dilakukannya untuk anak indigo yang berasal dari Prabumulih. Orangtua pemuda itu berkeinginan anaknya menjadi guru. Setelah dilakukan tes pemetaan potensi, pemuda itu diketahui berbakat di bidang musikal.

“Baru kemudian dicarikan universitas yang cocok untuknya. Kemudian disarankan di UNY prodi musik dan sekarang sudah semester 7,” ujar Rassa.

Sebagai orang yang dituakan dan memiliki kemampuan menjaga emosi, Rassa ditunjuk oleh komunitas Indigo di Indonesia untuk memberikan bimbingan pada anak-anak Indigo di Palembang dan sekitarnya.

Sampai sekarang setidaknya telah ditemukan sebanyak delapan orang indigo. Kebanyakan memang berusia muda, 15-23 tahun.

Tugas utamanya membuat anak-anak itu mampu mengendalikan emosi, mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan, meningkatkan kemampuan, dan membuat lingkungan anak-anak itu tidak menjauhi mereka.

“Mengungkapkan langsung ke orang lain bahwa kita adalah indigo tentu tidak akan percaya. Mereka butuh pembuktian. Saya saja, baru diketahui publik sebagai indigo setelah dua tahun terakhir. Terutama setelah novel terbit,” ungkapnya.

Wanita yang menamatkan kuliah Fakultas Ilmu Sosial Politik (Fisip) Universitas Terbuka (UT) ini merasakan adanya kemampuan indigo pada usia 4 tahun. Meski sempat mendapat penolakan dari lingkungan cukup lama, ia kini bisa menghasilkan karya yang dinikmati banyak orang.
Novel berjudul “Dimensi” yang dibuatnya bersama Triani Retno A telah dicetak sebanyak 12.000 buku pada Juli 2014. Sejumlah toko buku mengaku kehabisan stok, sehingga direncanakan pada November ini akan dicetak lagi untuk kedua kalinya.

 
 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com