Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rusak Irigasi, Penambangan di Lereng Merapi Diprotes Warga

Kompas.com - 23/10/2014, 20:36 WIB
Kontributor Magelang, Ika Fitriana

Penulis

MAGELANG, KOMPAS.com - Beberapa tahun terakhir warga Desa Sengi, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, kesulitan mendapatkan air bersih untuk mengairi lahan pertanian mereka akibat kerusakan saluran irigasi Punting. Mereka pun menuding kerusakan disebabkan oleh aktivitas penambangan material Gunung Merapi di kawasan tersebut.

Oleh karena itu, ratusan warga yang sebagian berprofesi sebagai petani menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor kepala Desa Sengi, Kecamatan Dukun, Kamis (23/10/2014). Mereka menuntut pemerintah agar dapat menghentikan aktivitas penambang, utamanya penambang liar yang memakai alat berat. Selain berorasi, warga juga mengusung berbagai poster bertuliskan "Kami butuh air untuk sawah kami", "Mohon pada Promer hidupkan irigasi Punting", "Punting Harga Mati" dan sebagainya.

“Kami khawatir jika penambangan alat berat terjadi bisa merusak proyek irigasi yang kami dambakan pasca-erupsi Merapi tahun 2011 lalu. Padahal, irigasi ini nantinya bermanfaat untuk pertanian warga kami,” ujar Heru seusai aksi.

Heru menyebutkan, pasca-erupsi Gunung Merapi 2010, warga Sengi tidak bisa bercocok tanam padi karena saluran irigasi Punting di desa itu rusak. Setidaknya 219 hektar lahan pertanian di desa yang terletak sekitar 8 kilometer dari puncak Merapi itu tidak bisa ditanami padi karena saluran irigasi tersebut putus sepanjang 400 meter.

Heru mengaku dilematis, karena sebetulnya lokasi penambangan berada di bukit yang secara teroterial masuk wilayah Kecamatan Tlogolele, Kabupaten Boyolali. Sedangkan untuk menuju ke lokasi tersebut hanya terdapat satu akses melewati irigasi Punting yang masih wilayah Kabupaten Magelang.

“Otomatis para penambang akan lewat irigasi Punting karena dekat dengan lokasi penambangan. Kami khawatir aktivitas tersebut akan mengganggu proyek perbaikan irigasi yang diharapkan dapat mengaliri air ke ladang dan sawah kami," urai Heru.

Beberapa saat setelah itu, perwakilan warga, perangkat Desa Sengi, BBWSSO, Muspika Dukun, dan perwakilan penambang kemudian melakukan audiensi terkait hal itu. Mereka mencari solusi atas kekhawatiran warga dampak penambangan di dekat proyek sabo dam dan irigasi itu.

Sementara itu, Pejabat Pembuat Komitmen Pengendalian Lahar Gunung Merapi BBWSO, Heri Priyanto mengatakan, pembangunan sabo dam dan irigasi Punting di Sungai Pabelan akan dilaksanakan pada 2015 dengan anggaran Rp 9 miliar. Pihaknya sepakat bahwa aktivitas penambangan liar akan merusak konstruksi irigasi, apalagi menggunakan alat berat karena bisa mengubah kondisi topografi dari saluran yang ada.

"Kami juga khawatir kalau sampai terjadi penurunan (topograsi), maka air tidak bisa mengalir secara lancar. Terkait dengan penambangan, memang harus ada perizinan dengan Pemkab Boyolali karena kami tidak mengelurkan rekomendasi dengan alat berat,” kata Heri.

Supriyanto, perwakilan CV Artamas Melindo selaku pihak penambang mengatakan akan mengikuti aturan yang ada agar penambangan tidak mengganggu proses pembangunan sabo dam dan saluran irigasi. Dia mengakui, lokasi penambangan miliknya masuk wilayah Tlogolele, Boyolali. Lahan yang ditambang itu adalah milik Jumarjo, warga Tlogolele.

Dia berharap agar tetap bisa menambang. Pihaknya juga menjamin tidak mengganggu saluran irigasi bagi warga Sengi.

“Kami mohon petunjuk agar kami bisa tetap menambang. Tapi kami juga tidak mau mengganggu proyek irigasi Punting," tandas Suprayitno.

 
 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com