Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Geng Motor Imut Temukan Alat Mengubah Air Laut Jadi Tawar

Kompas.com - 17/10/2014, 12:13 WIB

KOMPAS.com —
Kelompok Geng Motor Imut asal Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), menemukan teknologi desalinator yang bisa mengubah air laut menjadi air tawar. Hasil karya mereka dipamerkan dalam acara puncak Festival Teras Mitra III-Usaha Mandiri yang diikuti 45 pelaku wirausaha komunitas peduli lingkungan dari pelosok terpencil Indonesia.

Kelompok Geng Motor Imut merupakan komunitas sepeda motor dari berbagai merek. Motor digunakan sebagai fasilitas anggota untuk turun ke lapangan dan mengunjungi masyarakat di NTT.

Menurut anggota Geng Motor Imut, Arry Pelokila, alat ini terinspirasi dari kehidupan masyarakat di NTT dalam proses membuat garam yang masih sangat tradisional, yakni menggunakan cangkang kerang yang disusun di pesisir pantai. Air laut dituangkan pada cangkang tersebut, dan berproses dengan pemanasan sinar matahari selama 2-3 hari sampai menjadi garam.

"Sebagai geng motor, kegiatan kita positif berkeliling NTT. Di sana, kita melihat lebih dekat kehidupan masyarakat. Di sana, kita tahu masih banyak yang kesulitan air bersih," ujarnya, Kamis (16/10/2014).

Untuk mendapatkan air bersih sebanyak 1-10 liter, masyarakat harus menempuh perjalanan selama 45-60 menit dengan kapal motor yang berbiaya cukup mahal. Geng Motor Imut kemudian mencoba menciptakan alat sederhana ini.

"Sebenarnya, pemerintah sudah memberikan bantuan alat untuk menghasilkan air tawar. Namun, ketika mengalami kerusakan, biayanya sangat mahal, dan mereka tidak bisa membiayai. Akhirnya, alat tidak terpakai," ujarnya.

Oleh karena itu, geng motor yang berasal dari satu almamater, Fakultas Peternakan Universitas Nusa Cendana (Undana), ini membuat sendiri alat yang bisa menghasilkan air minum dari bahan kayu dan bambu. Jika membuatnya sendiri, biayanya tidak lebih dari Rp 200.000. Bahan yang dibeli hanya plastik dan selang. Alat inilah yang disebut desalinator air laut menjadi air tawar.

"Tinggi bak penampung air laut dibuat 20 cm, lebarnya 80 cm, dan kapsitas tampungnya 33 liter air laut. Ini bisa menghasilkan air tawar sebanyak 12 liter dengan proses selama lima jam, dari pukul 09.00 sampai 14.00," katanya.

Prosesnya memang membutuhkan sinar matahari. Caranya, air laut ditimba dan diletakkan di dalam bak penampungan. Pada waktu yang ditentukan, ketika matahari sudah terik, pengembunan akan terjadi sehingga garam pada air laut itu akan mengendap dan airnya naik ke bagian atapnya.

Kemiringan pada sisi atap alat tersebut diatur sedemikian rupa sehingga ketika terjadi pengembunan, airnya akan masuk ke dalam selang dan ditampung pada sebuah bak.

"Itulah air hasil pengembunan yang bisa langsung dikonsumsi. Jumlahnya cukup untuk memenuhi kebutuhan air minum masyarakat dalam sehari," ujarnya.

Salinan dari desalinator ini sudah dibuat oleh masyarakat di Nusa Penida, Bali.

"Kita ke Nusa Penida dua bulan lalu, dan berbagi pengetahuan. Kita bertukar informasi, mengajarkan masyarakat di sana tentang desalinator, dan saat ini sudah ada masyarakat yang membuat replika," ungkapnya.

Kelemahan alat ini hanya satu. Karena memanfaatkan sinar matahari, maka, ketika mendung, air minum yang dihasilkan tidak terlalu maksimal. Alat ini pun tidak dijual. Yang dijual adalah ide pembuatannya.

Selain desalinator, produk yang juga telah dihasilkan oleh geng motor yang terbentuk sejak 2005 lalu ini adalah briket arang, biogas, dan kompor biomassa. Produk-produk alam yang diproduksi secara alami serta ramah lingkungan ini dipamerkan dalam acara tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com