Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sinabung Terus Meletus, Warga Tak Tenang Tidur di Rumah

Kompas.com - 10/10/2014, 20:44 WIB


MEDAN, KOMPAS.com
 — Meski rumahnya berjarak sekitar 5 kilometer dari puncak Gunung Sinabung, Muhammad Jaga Sitepu (67) mengaku tidak berani tidur di dalam rumahnya. Warga Desa Kuta Gugung waswas kalau dampak letusan sampai ke wilayahnya.

Tidak hanya dia dan keluarganya, Sitepu mengatakan, nyaris semua warga Desa Kuta Gugung, Kecamatan Naman Teran, begadang dan tidur di luar rumah dengan membuat api unggun. Pasalnya, erupsi Sinabung yang terjadi kemarin malam cukup besar sehingga membuat mereka tak tenang tidur di dalam rumah.

"Semalam, kami, warga Desa Kuta Gugung, warga Desa Kuta Rayat, dan warga Desa Kebayeken nggak ada yang tidur. Kami nggak berani tidur di dalam rumah. Semua hidupkan api (bakar kayu) di luar rumah masing-masing sambil melihat-lihat ke arah gunung," aku Sitepu saat dihubungi Tribun Medan, Kamis (9/10/2014) petang.

Sitepu menyebut suara yang terdengar dari gunung bagaikan suara orang tidur yang sedang mendengkur. "Suara gemuruhnya macam suara ngorok," ujarnya.

Meski hari ini sudah berani masuk ke dalam rumah, Sitepu mengatakan, abu vulkanik yang menyelimuti atap rumah mereka cukup tebal. Hingga sore tadi, awan panas masih terus "muntah" dari kubah Sinabung.

"Sekarang memang sudah di rumah. Tapi, abu vulkaniknya yang keluar dari puncak gunung masih tebal. Atap-atap rumah yang baru diganti sudah putih semua, rumput-rumput sudah putih ditutup abu vulkanik," ujar Sitepu, yang mengaku belum punya rencana mengungsi ke tempat lain. "Ya masih di rumah sajalah Pak. Mau cemmana kami lagi," tambahnya.

Karena tebalnya abu vulkanik, Sitepu mengaku sudah empat hari tidak berani ke ladang. "Tebal kali abu di sini. Kami enggak bisa ke ladang. Jarak ladang saya dari gunung sekitar 3 km. Jadi, mulai Senin sore sampai hari ini, nggak bisa-bisa ke ladang," ujar Sitepu.

Di ladangnya itu, Sitepu mengaku sudah menanam buncis, kol, kentang, dan sayur putih. Ia yakin tanaman-tanamannya tersebut sudah rusak akibat abu vulkanik yang tebal.

"Kalau tanaman muda (yang kecil-kecil) sudah pasti rusaklah itu karena sudah tebal abunya. Kalau tanaman saya rusak, saya perkirakan kerugian yang sekarang saya alami kurang lebih Rp 10 juta. Memang sudah banyak yang mengeluh kami ini," sebut dia.

Sitepu mengatakan, abu tebal juga sudah menutupi jalan-jalan raya di sekitar tempat tinggalnya.

"Bukan hanya di ladang, di jalan raya pun sudah tebal abunya. Kalau mobil lewat sudah langsung putih semua," katanya.

Sitepu berharap bisa segera turun hujan lebat supaya abu-abu yang menempel di atap rumah maupun yang menutupi perladangan segera jatuh.

"Kami harap bisa hujan lebat supaya jatuh abunya. Kalau tanaman yang sudah rusak meskipun hujan ya nggak bisa selamat lagi itu," tukas dia.

Sementara itu, warga lainnya, Nasution, warga Desa Parteguhan, Kecamatan Simpang Empat, mengatakan, hujan abu vulkanik sudah "mengucur deras" hingga ke Brastagi. "Wah... Brastagi sudah abu semua ini. Arah abu vulkaniknya ke Brastagi," katanya.(Feriansyah Nasution)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com