Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Teori Piramida Gunung Padang Dibantah

Kompas.com - 08/10/2014, 10:53 WIB
Kontributor Bandung, Putra Prima Perdana

Penulis

BANDUNG, KOMPAS.com — Teori piramida berusia lebih dari 23.000 tahun di bawah situs punden berundak Gunung Padang dimentahkan oleh teori beberapa orang ahli arkeologi, sejarah, serta ahli geologi.

Bantahan terhadap teori keberadaan piramida tersebut dilontarkan dalam "Seminar Nasional Situs Gunung Padang dan Permasalahannya" di Aula PSBJ Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, Selasa (7/10/2014).

Lutfi Yondri, arkeolog dari Badan Arkeologi (BALAR) Bandung mengatakan, manusia prasejarah Goa Pawon yang ditemukan sekitar 40 kilometer dari situs Gunung Padang berusia 10.000 tahun. Pada masa itu, manusia Goa Pawon hanya mampu menghasilkan perkakas batu kasar.

Dengan pandangan demikian, dia menilai tidak logis jika manusia yang usianya lebih tua dari manusia prasejarah Goa Pawon bisa memiliki kemampuan lebih mumpuni hingga mampu membuat piramida dengan segala macam kecanggihannya seperti yang diungkapkan oleh Tim Terpadu Riset Mandiri (TTRM) Gunung Padang.

"Sejarah itu ada prosesnya. Masa sejarah tidak mungkin mendahului masa prasejarah," kata Lutfi dalam seminar itu.

Lutfi menjelaskan, situs megalitikum berupa punden berundak dengan 5 teras utama di atas bukit Gunung Padang dipastikan dibangun pada masa sejarah di mana manusia setempat sudah mengenal budaya dan pemujaan terhadap leluhur. Berdasarkan temuan berupa artefaktual gerabah dari tanah merah yang ditemukan di lokasi tersebut, Lutfi menyimpulkan bahwa budaya paling tua di Gunung Padang berada di kisaran abad kedua atau kelima Masehi. "Gerabah itu seperti budaya Buni di Pantura," ungkap dia.

Dari sisi ilmu kebumian alias geologi, bentukan bongkahan tiang dan balok batu di Gunung Padang dinyatakan oleh Guru Besar Fakultas Teknik Geologi Unpad Prof Dr Adjat Sudrajat serta peneliti dari Badan Geologi, Profesor Sutikno Bronto, sebagai columnar jointed.

Batu-batu tersebut terbentuk dari hasil fenomena alam berupa letusan gunung api purba Karyamukti lebih dari 10.000 tahun lalu. Material paling banyak dalam batuan tersebut terdiri dari silika (kaca) dan kristal. "Setelah diteliti secara mikro, ini adalah produk dari gunung api," tegas Sutikno.

Dari beberapa pendapat para ahli tentang Gunung Padang, sejarawan dari Universitas Padjadjaran, Profesor Nina Herlina Lubis, menarik beberapa kesimpulan. Yang pertama, Gunung Padang adalah gunung api tua yang sudah mati.

Masyarakat sekitar memanfaatkan columnar joint atau balok-balok batu untuk budaya pemujaan. Kemudian, karena fungsi dari situs Gunung Padang adalah multicomponent site, pemanfaatannya pun dilakukan berulang-ulang oleh manusia-manusia berikutnya, termasuk seperti saat ini, yaitu untuk pariwisata.

"Jadi tidak dibangun seluruhnya manusia Cianjur. Ini murni punden berundak dan tidak ada piramida," tegas Nina.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com