Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Saya Merasa Anak Saya Sudah Mati, tapi Masih Hidup"

Kompas.com - 01/10/2014, 21:24 WIB
BALI, KOMPAS.com - Nengah Gunawan (54) sedang menonton tayangan berita di televisi di dalam rumahnya, Desa Suwug, Kecamatan Sawan, Buleleng, Rabu (1/10/2014) malam. Ayah Ketut Pujayasa (29) ini sedang menanti-nanti berita yang menayangkan kasus anaknya.

Pujayasa, kru kapal pesiar milik Holland American Line, menjalani sidang tuntutan di pengadilan federal AS di kota Miami, Senin (29/9/2014) siang waktu setempat. Ia menjadi terdakwa atas kasus percobaan pembunuhan dan serangan seksual terhadap seorang penumpang.

Pujayasa yang menjadi petugas layanan kamar di kapal pesiar, kini menghadapi hukuman penjara seumur hidup atau 28 tahun penjara jika dalam sidang vonis 8 Desember mendatang dinyatakan bersalah atas semua dakwaan jaksa.

"Tadi malam beritanya, anak saya dituntut 28 tahun penjara. Kalau jadi vonis, saya akan ajukan banding," kata Gunawan saat ditemui Tribun Bali di rumahnya, Rabu (1/10/2014).

Gunawan pun mempertanyakan sistem hukum yang dirasa tidak adil bagi anak keempatnya tersebut. Menurut dia, tuntutan 28 tahun penjara sangat berat.

"Sekarang saya hanya pasrah. Saya merasa anak saya sudah mati, tapi masih hidup," ungkapnya lirih.

Gunawan menuturkan, dirinya jarang berkomunikasi dengan Pujayasa. Menurut dia, Pujayasa biasa berkomunikasi dengan adiknya, Kadek Caniyasa (20), yang sedang bekerja di Jimbaran, dan dengan istrinya, Putu Sri Susanti (24), yang juga tinggal di Jimbaran.

Bagi Gunawan, Pujayasa merupakan anak yang cerdas dan sering meraih prestasi. Tidak sedikit orang-orang yang menyayanginya. Karenanya sampai kini ia tidak percaya jika anaknya berbuat kriminal.

"Dari SD sampai SMA juara I terus. Bahkan sewaktu SMA pernah jadi ketua OSIS. Banyak yang sayang sama dia. Orang sebaik anak saya itu tidak mungkin berbuat jahat," ucapnya.

Sementara kakak Pujayasa, Komang Sumiyasa, berharap putusan pada saat sidang 8 Desember mendatang bisa lebih adil. Sebelumnya, Pujayasa mengakui telah menganiaya korban.

"Terakhir, Ketut (Pujayasa) memang tidak terbukti melakukan pemerkosaan dan pembunuhan," katanya.

Pihak keluarga kini hanya bisa berdoa dan berharap bantuan perlindungan hukum dari pemerintah. Kalaupun harus dihukum, mereka berharap agar bisa dihukum di Bali.

"Kami berharap pemerintah bisa membantu meringankan vonisnya. Seandainya bisa ditukar tahanan dengan tahanan Amerika yang ditahan di sini sehingga Ketut bisa menjalani hukuman di Bali," ujar Sumiyasa, berandai-andai.

Selasa (30/9) malam, ia sempat dihubungi Kedubes Indonesia di Amerika yang mengatakan bahwa Pujayasa akan menghubungi keluarga. Namun, komunikasi tersebut urung dilakukan karena gangguan sinyal. Menurut Sumiyasa, adiknya tersebut akan menghubungi kembali Rabu pukul 22.30 Wita.

Di sisi lain, ibu Pujayasa, Ketut Kadri (49), menuturkan, Kedubes Indonesia di Amerika pernah berjanji akan memberangkatkan Ketut Kadri bersama istri Pujayasa untuk bertemu Pujayasa di Amerika sejak sebulan lalu. Namun, hingga kini masih belum ada kejelasan kapan dirinya akan diberangkatkan.

"Kalau sekarang masih bisa ya saya ke sana? Katanya masih diurus visanya. Saya dminta ke sana. Saya selalu siap untuk bertemu anak saya," katanya dengan polos. (lugas wicaksono)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com