Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sri Nani Berdagang Sambil Menangis Tersedu-sedu

Kompas.com - 25/09/2014, 12:45 WIB
Kontributor KompasTV, Muhamad Syahri Romdhon

Penulis

CIREBON, KOMPAS.com — Sri Nani (52) hanya dapat menatapi barang dagangannya yang berada di atas meja darurat, di emperan pinggir Jalan Prujakan, Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon, Kamis (25/9/2014) siang.

Lapak semipermanen milik Sri Nani menjadi salah satu dari 76 lapak pedagang kaki lima yang harus ditertibkan pihak PT KAI Daerah Operasional III Cirebon. Sambil melamun menatapi minuman dan makanan ringan dagangannya, Sri Nani sesekali meneteskan air mata.

Bahkan, isak tangisnya tak berhenti, meski beberapa orang datang untuk sekadar membeli air mineral dan jajanan ringan lainnya.

Setelah penertiban lapaknya itu, Sri Nani bingung, di lokasi mana ia dapat kembali berjualan. Meski hanya dengan jajanan, makanan, dan sarapan ringan nasi bungkus, Sri takut kehilangan mata pencarian yang selama tiga belas tahun ia geluti.

"Saya orang pertama yang ada (berjualan) di lokasi ini. Tidak ada teman, tetangga, bahkan tidak ada lampu saat itu. Kalau malam, saya pakai petromaks. Warung saya untuk tempat istirahat tukang becak, minum kopi, dan sarapan, atau siapa pun yang melintas jalan ini," kata Sri tersedu-sedu.

Sambil menyeka air mata, ia mengaku akan mengadu kepada Wali Kota Cirebon selaku "bapak" dari seluruh warga Kota Cirebon. Ia tidak melawan, dan akan menurut. Hanya, Sri berharap dapat kembali berjualan, meski harus dipindahkan.

Saat penertiban atau pembongkaran, sebagian dari PKL berusaha menolak. Bahkan, kericuhan sempat terjadi saat petugas PT KAI yang membawa palu besar tiba-tiba memecahkan kaca kios milik PKL.

Petugas yang tanpa diketahui namanya sempat terkena keroyokan, tetapi segera diamankan. Beruntung, bentrokan tidak membesar, dan berhasil dilerai.

Kepala Humas Daop III Cirebon Gatot menegaskan, penertiban yang dilakukan sudah sesuai prosedur. Mereka sudah melayangkan surat sebanyak tiga kali, dan tetap tak digubris. Gatot juga mengklaim, tanah yang digunakan PKL merupakan tanah milik PT KAI, bukan pemerintah daerah.

"Kami ingin menertibkan lahan ini untuk dijadikan taman, dan sebagian trotoar. Sudah diperingati, terpaksa kami bongkar 76 lapak ini," kata Gatot.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com