Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pusat Studi Pancasila UGM Desak DPR Tunda Pengesahan RUU Pilkada

Kompas.com - 23/09/2014, 22:33 WIB
Kontributor Yogyakarta, Gandang Sajarwo

Penulis

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Pusat Studi Pancasila (PSP) UGM mendesak DPR dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menunda pengesahan RUU Pilkada. Penundaan perlu dilakukan mengingat kondisi psikologis masyarakat Indonesia yang masih tidak kondusif pasca-Pemilihan Presiden 9 Juli lalu.

Penetapan RUU Pilkada yang dilakukan dengan tergesa-gesa justru dikhawatirkan akan menimbulkan perpecahan bangsa.

“Jangan tergesa-gesa hanya untuk kepentingan kelompok tertentu dan kepentingan jangka pendek, tetapi harus dilakukan berdasar pada kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dan kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta berorientasi pada produk legislasi yang bermartabat,” kata Kepala PPS UGM, Prof Sudjito di kantor PSP UGM, Selasa (23/9/2014).

Lebih lanjut Sudjito mengatakan, PSP merekomendasikan kepada DPR dan Presiden SBY untuk menunda pengesaan RUU Pilkada hingga suasana kebatinan berbangsa dan bernegara kembali kondusif dan harmonis dengan penuh keinsyafan mendasarkan diri pada pancasila.

“Rekomendasi ini sudah kami sampaikan secara langsung ke DPR, Senin (22/9/2014 ) dan diterima oleh Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso. Semoga benar-benar dipertimbangkan,” katanya.

Mengenai polemik tentang pemilihan kepala daerah, apakah dipilih langsung oleh rakyat atau dipilih DPRD, Sudjito menegaskan, PSP tidak mempermasalahkan selama pemilihan dilakukan sesuai dengan sila ke-4 Pancasila.

“Model pemilu dan pilkada baik langsung maupun tidak langsung secara yuridis filosofis, yuridis normatif, dan yuridis empirik adalah benar selagi berbasis Pancasila terutama sila ke-4,” ujarnya.

Selanjutnya Sudjito juga menilai, Indonesia memang membutuhkan undang-undang baru yang mengatur Pilkada karena undang-undang yang ada saat ini sudah tidak efektif lagi dan memiliki potensi konflik yang tinggi.

“Penyelenggaran pilkada tidak semata-mata mengacu undang-undang maupun kekuasaan legislatif, tetapi lebih pada implementasi karakter Pancasila pada setiap penyelenggara negara. Kalau para penyelenggara tidak punya karakter ini, maka tidak bisa efektif,” urainya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com