Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jadi Calo CPNS, Dua IRT di Buton Utara Dilaporkan ke Polisi

Kompas.com - 19/09/2014, 21:40 WIB
Kontributor Kendari, Kiki Andi Pati

Penulis

KENDARI, KOMPAS.com - Dua ibu rumah tangga di Kabupaten Buton Utara, Sulawesi Tenggara, dilaporkan ke polisi lantaran menipu sejumlah calon pengawai negeri sipil. Dua ibu yang sama-sama menjadi makelar CPNS itu berinisial RH dan WN.

Dalam melancarkan aksinya, mereka berbagi tugas. RH mencari orang yang mau dimasukkan menjadi CPNS dengan syarat menyetor uang hingga puluhan juta rupiah. Setelah bisa mendapatkan sejumlah uang dari korbannya, ia menyerahkannya ke WN.

"RH ini pencari orang sekaligus pengumpul uang. Setelah uangnya terkumpul RH langsung menyerahkan ke WN. Kedua orang ini kita pastikan sebagai terduga penipuan dengan menjadi makelar. Statusnya belum tersangka, masih dalam proses pengembangan," kata Kapolsek Kulisusu Syarifuddin Tika melalui Kanit Reskrim Kulisusu Bripka Burhanuddin, Jumat (19/9/2014).

Kasus penipuan ini terjadi pada tahun 2011 silam. Saat itu, Kabupaten Buton Utara mendapatkan jatah tes CPNS melalui jalur umum. Para korban tersebut dijanjikan untuk diluluskan dengan syarat menyerahkan uang. Mereka pun terbujuk rayu dan menyerahkan uang sebagai jaminan awal.

"Jadi total uang yang dikumpulkan sebanyak Rp 170 juta dari 15 korban. Korban ini menyetor bervariasi, ada yang Rp 50 juta lebih, ada yang Rp 10 juta hingga Rp 5 juta," terang Burhanuddin.

Sementara itu, RH mengaku dirinya juga adalah korban penipuan oleh WN. "Saya kan niat hanya membantu orang-orang. Makanya, saya bersedia dimintai oleh WN untuk mencarikan orang. Bilangnya sama saya, WN ini ada bosnya yang mempunyai bos juga di Kemen PAN- RB. Setelah saya dengar itu, saya pun langsung percaya," ungkapnya, Jumat (19/9/2014).

Ternyata apa yang dijanjikan WN, kata RH, tidak terealisasi, sehingga para korban pun meminta kembali uangnya. "Saya bawakan itu para korban di rumah WN dengan niat untuk meminta kembali uang tersebut. Tapi WN menjanjikan kembali kalau bisa diakomodir lewat jalur K2 Butur. Saya dan para korban pun percaya lagi, tapi kasihan sudah 3 tahun tidak terwujud juga," jelasnya.

Karena tak kunjung dikembalikan uangnya, RH melapokan WN ke Polsek Kulisusu. "Siapa tahu dengan dilaporkan, dia bisa mi kembalikan uangnya orang. Sebetulnya, dia sudah tandatangani surat pernyataan untuk mengembalikan uang itu sebelum tanggal 30 Agustus lalu, tapi tidak juga dipenuhi dengan alasan tidak punya uang sebanyak itu," tuturnya.

Salah seorang korban, Jefri mengaku menyetor uang kepada RH sebesar Rp 10,5 juta dengan menjanjikan lulus jadi PNS dari jalur K2. “Saya setor Rp 10 juta lebih ke RH,” ujarnya.

Berbeda dengan Jefri, Fadlin, adik dari salah seorang korban mengaku bahwa kakaknya menyetor uang sebanyak Rp 50,5 juta ke RH. "Hanya saya punya kakak kasihan yang menyetor sampai sebesar itu. Tapi sekarang saya tidak mau tahu, uang kakaku harus dikembalikan. Makanya, saya laporkan RH sebagai penipu," kata Fadlin saat dimintai keterangannya di Polsek Kulisusu.

Sementara itu, WN mengaku uang yang dia terimanya langsung diserahkan ke bosnya yang berinisial JB. "Saya langsung serahkan ke JB," ungkap WN.

Saat dikonfirmasi melalui telepon selulernya, JB tidak mengakui apa yang dituduhkan WN. Bahkan, istri JB menantang WN untuk mengeluarkan semua bukti-bukti yang bisa menjerat suaminya.

"Saya tantang WN, keluarkan bukti kuitansi atau slip transfer rekening. Kalau enggak ada, berarti asal menuduh. Saya tegaskan kepada WN supaya tidak asal menuduh. Kami tidak satu rupiah pun lihat dan makan uang yang dituduhkan sama kami," ujar istri JB yang tidak mau disebutkan namanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com