"Pasal-pasal yang dikenakan dalam kasus Florence bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi yang ada di Indonesia," tegas Staf LBH Pers Masjidi, Selasa (2/9/2014).
Masjidi menjelaskan, Pasal 27 ayat 3 dan Pasal 28 ayat 2 UU ITE bertentangan dengan hak asasi manusia yaitu kebebasan berpendapat dan dilindungi dalam Pasal 28 dan Pasal 28 E ayat 2 dan 3 UUD 1945, UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Tata cara menyampaikan pendapat di muka umum, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi hak sipil politik.
"Jika diteruskan, kasus Florence menjadi pasal karet dan dikhawatirkan dapat menjerat siapa pun. Karenanya, kami menyatakan sikap meminta mencabut pasal-pasal itu," tegas Masjidi.
Melihat hal tersebut, dia meminta Polda DIY mengutamakan proses mediasi dengan pelapor serta memberikan sepenuh hak kepada UGM sebagai lembaga pendidikan untuk menentukan sanksi terhadap mahasiswanya itu.
Dengan demikian, hal itu bakal mempermudah penyelesaian kasus Florence yang saat ini penangguhan penahanannya sudah dikabulkan. "Selain mediasi. Perlu diterapkan sanksi pidana sebagai ultimum remedium," tegas dia.
Penolakan atas dilanjutkanya kasus Florence ini juga disuarakan AJI Yogyakarta, LBH Pers, LBH Yogyakarta dan KMIP (Komisi Mayarakat Informasi Publik).
Seperti diberitakan, dua hari ditahan sejak Sabtu (30/8/2014), Florence Sihombing akhirnya dapat bernafas lega setelah pengajuan penangguhannya dikabulkan oleh Ditreskrimsus Polda DIY. Surat perintah penangguhan penahanan dan surat perintah pengeluaran tahanan ditandatangani oleh Dir Reskrimsus Polda DIY Kombes Pol Kokot Indarto, Senin (1/9/2014) pukul 13.30 Wib.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.