Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dapati Banyak Pungli di Sekolah, Ridwan Kamil Gandeng Kejaksaan

Kompas.com - 26/08/2014, 13:05 WIB
Kontributor Bandung, Putra Prima Perdana

Penulis

BANDUNG, KOMPAS.com - Banyaknya praktik pungutan liar di sekolah di Kota Bandung membuat Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil, harus menggandeng Kejaksaan Negeri Bandung. Menurut pria yang akrab disapa Emil ini, banyak laporan di media sosial dari warga, tentang pungutan liar yang tidak transparan.

Laporan melalui media sosial yang diterima Wali Kota menggambarkan bahwa pungli terjadi di semua tingkatan sekolah. "Boleh ada pungutan tapi caranya diatur. Masa ada orang miskin daftar pakai SKTM dipungut Rp 5 juta," kata Emil seusai menghadiri silaturahmi Wali Kota Bandung, Kajari Bandung dan Keluarga Besar Disdik Kota Bandung dalam rangka HUT RI ke-69 dan HUT Kota Bandung ke-204, Selasa (26/8/2014).

Menurut Emil, dengan menggandeng Kejaksaan Negeri, regulasi khusus di Dinas Pendidikan tentang pungutan di sekolah pun akan terbentuk. Selama ini, banyak modus pungutan liar yang tidak jelas pemanfaatannya. Mulai dari dana pembangunan, studi wisata dan lain-lain yang tujuannya hanya untuk kepentingan pribadi atau kelompok.

"Dua minggu ini kita akan buat regulasi pungutan di sekolah. Tidak boleh ada pungutan sampai ada regulasi dari Disdik," tegas Emil.

Di tempat yang sama, Kepala Kejaksaan Negeri Bandung, Tjahjo Aditomo, mengatakan, apabila ada laporan pungutan di sekolah yang tidak sesuai dengan pemanfaatan, maka hal tersebut bisa jadi masuk dalam tindak pidana korupsi.

Menurut Tjahjo, kebanyakan pihak sekolah yang melakukan pungutan tidak mengetahui jika hal tersebut ada indikasi korupsi. "Seorang PNS atau pegawai negeri memungut biaya atau meminta uang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain bisa masuk dalam tindak pidana korupsi," kata Tjahjo di hadapan para kepala sekolah.

Tjahjo menambahkan, pungutan biasanya tidak dengan pemaksaan secara fisik. Bisa jadi, lanjutnya, orangtua murid ditakuti anaknya diperlakukan tidak adil di sekolah atau pemaksaan lain yang membuat anak tidak nyaman belajar.

"Uang yang diterima sekolah untuk kegiatan yang kita tidak bisa melihat ke mana kelebihan uang itu, pasti kembali ke salah satu oknum untuk kepentingan pribadi. Hukuman maksimalnya bisa sampai 20 tahun penjara," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com