Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Laporkan Komandannya ke Komnas HAM, Brigpol Rudy Tak Takut Dipecat

Kompas.com - 23/08/2014, 09:27 WIB
Kontributor Kupang, Sigiranus Marutho Bere

Penulis


KUPANG, KOMPAS.com — Brigadir Polisi Rudy Soik, penyidik Direktorat Kriminal Khusus Polda Nusa Tenggara Timur, yang mengadukan atasannya, Kombes Pol Mochammad Slamet, ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Komisi Ombudsman pada pekan ini, mengaku siap dipecat jika pengaduan itu tidak memiliki dasar kuat.

Rudy melapor ke Komnas HAM dan Ombudsman RI serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) itu terkait perintah atasannya yang menjabat sebagai Direktur Kriminal Khusus untuk menghentikan penyidikan kasus 26 dari 52 calon tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal di Kota Kupang pada Januari 2014 yang ditangani oleh Rudy bersama enam orang rekannya.

“Saya ingin semua masyarakat tahu bahwa saya siap dengan Dirkrimsus untuk kita paparkan materiil di depan masyarakat. Jika saya berbohong atau merekayasa, maka saya siap berhenti dan dipecat tidak dengan hormat dari kepolisian. Tetapi, jika saya bisa membuktikan bahwa ini adalah penyalahgunaan wewenang dari Direskrimsus maka masyarakat dan pemerintah harus menghukum dia (Kombes Pol Mochammad Slamet),” kata Rudy, Sabtu (23/8/2014) pagi.

Menurut Rudy, pada akhir Januari 2014 lalu, bersama enam orang temannya di Ditkrimsus Polda NTT, dia melakukan penyidikan terhadap 26 dari 52 calon TKI yang diamankan karena tak memiliki dokumen.

Ke-52 TKI itu direkrut PT Malindo Mitra Perkasa dan ditampung di wilayah Kelurahan Maulafa, Kota Kupang. Penyidikan pun dimulai dan Brigpol Rudy menemukan bukti yang cukup sehingga pada saat ia hendak menetapkan tersangka (perekrut calon TKI), datanglah perintah sepihak dari atasannya untuk menghentikan kasus tersebut tanpa alasan yang jelas. (baca selengkapnya: Adukan Komandannya ke Komnas HAM, Langkah Briptu Rudy Dipuji)

“Waktu turun ke TKP, kami berhasil amankan 52 calon TKI (semuanya wanita) ini yang ditampung di dalam garasi rumah yang mirip sel tahanan sehingga kita langsung periksa mereka dan menanyakan identitasnya. Dari 52 orang itu, 26 lainnya tidak memiliki identitas (sementara diproses) karena itu kesimpulannya para calon TKI ini ilegal sehingga jelas melanggar Undang-Undang Nomor 39 tentang Tenaga Kerja, khususnya Pasal 50 dan Pasal 70,” ungkap Rudy.

“Kasus itu kemudian digelar Subdit yang dihadiri Wasidik dan kami tujuh orang penyidik menetapkan bahwa ini adalah perbuatan pidana dan langsung dibuatkan suratnya. Setelah itu saya lapor ke Dirkrimsus bahwa ini sudah terpenuhi unsur pidananya dan Dirkrimsus mengatakan kalau penyidik merasa yakin, maka segera tahan Direkrut PT Malindo Mitra Perkasa. Begitu hendak ditahan, tiba-tiba, atas perintah Dirkrimsus, saya disuruh untuk menghentikan kasus itu tanpa alasan yang jelas dan data-datanya dihilangkan,” tambah Rudy.

Rudy mengatakan, semua proses sudah dilakukan berdasarkan perintah atasannya. Merasa penghentian kasus tersebut tidak sesuai aturan, dirinya lantas mempertanyakan alasannya. Tetapi, dia justru dituduh melawan komandannya sendiri.

Rudy juga memastikan bahwa tersangkanya adalah petinggi di lingkup Polda NTT sendiri jika kasus itu dilanjutkan dan melibatkan dirinya sebagai penyidik.

"Kemarin saya bicara di hadapan Direktur Tindak Pidana Umum, kalau kasus ini saya dilibatkan, maka saya akan tetapkan Dirkrimsus dan Dirkrimum sebagai tersangka," ujar Rudy.

PT Malindo Mitra Perkasa, lanjut Rudy, tidak memiliki izin di NTT dan berulang kali dilaporkan ke Polda, tetapi mengendap begitu saja.

“Sebagai putra asli NTT, saya sangat prihatin dengan anak-anak kita yang dipekerjakan tanpa melalui prosedur yang benar. Saya tahu orangtua mereka di kampung itu akses komunikasi sangat sulit sehingga kalaupun direkrut, dengan cara yang benar sehingga keberadaan mereka di Malaysia bisa diketahui oleh orangtua mereka. Jangan sampai mereka (calon TKI) meninggal pun, orangtua tidak tahu dan menganggap mereka masih aktif kerja,” kata Rudy.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com