Agus Mulyadi, Blogger Jomblo
Bersilaturahmi ke rumah kerabat dan saudara adalah salah satu ritual pokok di Hari Lebaran. Ini adalah momen yang menggembirakan, betapa tidak, kita bisa bertemu dengan segenap saudara yang mungkin jarang kita temui di hari-hari biasa.
Melepas kangen berkumpul bersama keluarga besar sambil bercengkerama riang. Sangat hangat dan menyenangkan.
Tapi ingat, jika Anda adalah bujangan matang, maka kehangatan momen silaturahmi ini ini bisa saja berubah seketika menjadi sebuah kebekuan yang maha dingin, lagi garing.
Apa sebabnya? Tentu tak lain dan tak bukan adalah pertanyaan yang diajukan saudara atau kerabat
"Kapan nikahnya?"
Ini pertanyaan klise dalam acara kumpul keluarga besar. Hanya dua kata memang, tapi cukup menyesakkan dan membuat kita berpikir keras untuk bisa ngeles dan menghindar.
Sudah tiga tahun terakhir ini, saya mulai akrab dengan pertanyaan dua kata nan menyesakkan ini. Budhe dan bulik saya lah yang menjadi eksekutornya.
Saya memang harus tahu diri dan cukup maklum, karena memang di antara keluarga besar, saya termasuk salah satu anggota laki-laki berusia mapan yang belum juga menikah.
Beberapa saudara sepupu yang usianya sepantaran dengan saya memang banyak yang sudah menikah, beberapa lagi malah sudah punya anak. Lha kalau saya boro-boro punya anak atau istri, lha wong pacar saja masih inden.
"Gatot saja sudah punya anak, masak kamu belum juga nikah Gus, kalian itu sepantaran lho?" kata Budhe saya dalam acara kumpul keluarga saat Lebaran tahun lalu.
Budhe saya ini agaknya suka sekali membanding-bandingkan saya dengan Gatot, sepupu jauh saya.
Waktu itu, pertanyaan tersebut terpaksa saya tepis dengan jawaban defensif khas bujangan, "belum punya calon dhe".
Dan rupanya sial bagi saya, jawaban defensif ini rupanya justru memunculkan selentingan sengak dengan nada yang sangat enteng.
"Makanya cepetan cari calon, jomblo kok dijadikan jati diri!".
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.