Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengunjungi Rumah Revolusi AK Gani di Sudut Bengkulu

Kompas.com - 20/07/2014, 12:12 WIB
Kontributor Bengkulu, Firmansyah

Penulis

BENGKULU, KOMPAS.com - Sore tiba dengan keteduhan di sebuah kampung yang terletak jauh di pedalaman Bengkulu itu. Di Desa Napal Putih, Kabupaten Bengkulu Utara, irama hidup seperti dibuat dalam format slowmotion, tak ada ketergesaan.

Warga kampung sore itu terlihat sangat menikmati nuansa tenang, damai dan indah. Mereka duduk bercengkrama di halaman rumah. Melintasi kampung ini secara tak sengaja, Kompas.com menangkap sebuah papan kecil bertuliskan "Rumah Bersejarah Markas Gubernur Militer Daerah Militer Istimewa Sumatera Bagian Selatan Desa Napal Putih Tahun 1949".

Kementerian Pendidikan dan Kebudayan dan Balai Pelestarian Jambi menetapkan rumah bercat krem tersebut sebagai cagar budaya. Rumah tersebut memiliki dua lantai, beratapkan seng. Pada lantai atas rumah tersebut dikelilingi jendela penuh dengan kaca yang dimotif khas rumah kuno di Bengkulu.

Sementara di lantai bawah terdapat ruang tamu, ruang makan, kamar tidur dan ruang rapat besar. Ruang depan pada lantai bawah hingga kini masih terdapat tiga kursi kayu dan satu meja. Sementara saat masuk ke dalam ruang tidur, terdapat ranjang sederhana dari besi berukuran single, tempat duduk dan meja kayu. Sangat sederhana.

Tepat di ruang tidur terdapat tangga untuk naik ke lantai atas, semua terbuat dari kayu. Pada bagian belakang rumah terdapat sumur dan beberapa ruangan dengan ukuran cukup untuk 10 orang.

Mengunjungi rumah ini seakan dibawa pada fase tahun 1949 saat Belanda melakukan agresi ke wilayah Indonesia, termasuk Bengkulu.

Sejarah perlawanan di Sumatera Selatan menyebutkan pada tahun 1949 rumah tersebut ditempati oleh AK.Gani, Gubernur Militer yang bertugas mematahkan dominasi Belanda di wilayah Bengkulu, khususnya tambang emas Lebong Tandai.

Sainan (58) warga Desa Napal Putih tinggal tepat di depan rumah tersebut menyebutkan bahwa bangunan itu dibangun pada tahun 1930 dimiliki oleh Pangeran Ali atau petinggi Suku Pekal, suku asli di wilayah itu.

"Masa itu rumah tersebut diserahkan Pangeran Ali kepada pemerintah dan dimanfaatkan AK. Gani untuk memerintah dan menyusun skenario pengusiran Belanda di Bengkulu," kata Sainan.

Sainan juga mengulas mengapa Belanda begitu betah tinggal di kawasan tersebut dan Lebong Tandai padahal jarak lokasi tersebut dari Kota Bengkulu terbilang jauh berkisar enam jam menempuh jalur darat dalam kondisi normal, dengan kontur perbukitan dan akses jalan yang buruk.

"Ada tambang emas di Lebong Tandai, menuju Lebong Tandai harus melewati wilayah ini, dari Desa Lebong Tandai itulah cikal bakal emas di Tugu Monas," kata dia.

Sainan yang juga mantan masinis lori di Desa Lebong Tandai mengatakan pada masa Presiden Soeharto tambang tersebut mampu menghasilkan dua ton emas per bulan. "Jadi bayangkan berapa banyak hasil emas dari tambang itu saat zaman Belanda mungin lebih dari dua ton per bulan," ucap dia.

Ak.Gani dalam catatan sejarah nasional terukir sebagai Pahlawan Nasional. Ia bernama lengkap Adnan Kapau Gani atau disingkat A.K. Gani, ia dilahirkan pada 16 September 1905 di Agam, Sumatera Barat, namun sejak kecil ia telah pindah ke Palembang.

Ia juga merupakan salah satu peserta kongres pemuda II di Jakarta pada tahun 1928, dan mahasiswa kedokteran di STOVIA, pernah menjadi pegiat partai, rektor Universitas Sriwijaya hingga pernah menjadi artis dalam film berjudul Asmara Moerni.

AK.Gani pernah menjabat sebagai Menteri Kemakmuran pada Kabinet Sjahrir III. Ketika menjabat sebagai Menteri Kemakmuran, ia bersama dengan Sutan Sjahrir dan Mohammad Roem menjabat sebagai delegasi Indonesia ke sidang pleno ketiga Perjanjian Linggarjati.

Dia juga bekerja untuk membangun jaringan nasional perbankan serta beberapa organisasi perdagangan.

Selain itu ia merupakan diplomat ulung, dan tokoh yang berjasa pada TNI. Berkat kerja kerasnya TNI memiliki seragam dan peralatan tempur. Dia melakukan itu dengan cara menyelundupkan minyak dan menjualnya. Dengan kelincahan dan kecerdikannya itu, Belanda menjulukinya sebagai "si Penyelundup Minyak dari Asia Timur.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com