Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tasbih Raksasa Berusia 352 Tahun, Jejak Islam di Sulawesi Barat

Kompas.com - 13/07/2014, 12:33 WIB
Kontributor Polewali, Junaedi

Penulis


POLEWALI MANDAR, KOMPAS.com
- Tasbih sepanjang 38 meter dan berisi 3.300 butir biji manjakani menjadi salah satu cagar budaya di Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Tasbih ini menjadi jejak peradaban Islam pertama di tanah Mandar.

Meski usianya diperkirakan sudah berumur 352 tahun, hingga kini tasbih tersebut masih terpelihara dengan baik. Agar benda sejarah ini tak cepat rusak, tasbih yang biasanya dipakai pada setiap upacara mulai dari khataman, maulid nabi, akikah, khitanan hingga pesta kematian itu kini hanya dikeluarkan pada bulan Ramadhan saja.

“Untuk memperpanjang umur tasbih ini kita hanya mengeluarkannya pada bulan Ramadhan saja,” ujar Muslimin, salah satu cucu keturunan Abdul Kadir yang kini bertangggungjawab merawat dan memeliharanya.

Pada bulan puasa kali ini, tasbih peninggalan Abdul Kadir, ulama penyebar Islam di tanah Mandar itu kini dikeluarkan lagi. Jamaah Masjid Nurul Hidayah Kecamatan Binuang akan memakainya untuk berzikir seusai shalat lima waktu dan shalat tarawih berjamaah selama Ramadhan.

Biasanya, sambil duduk melingkar, para jamaah ini melafalkan kalimat "la ilaha illallah" hingga 3.300 kali atau sebanyak biji tasbih ini. Tak hanya orang tua, anak-anak dan kalangan remaja pun turut berzikir bersama. Konon jika berzikir berjamaah seperti ini, Tuhan Yang Maha Esa akan menurunkan berkah dan keselamatan bagi warga kampung.

Dalam sejarahnya, Ulama Abdul Kadir dikenal sebagai sosok ulama kharismatik. Selain meninggalkan ribuan pengikut, tasbih dari biji manjakani ini juga menjadi peninggalannya. Konon, Abdul Kadir bersama sejumlah tokoh ulama lainnya, seperti Imam Lapeo mengembangkan Islam hingga menjangkau Sulawesi Barat dan sekitarnya.

Menurut Muslimin, tasbih ini dibuat oleh Abdul Kadir saat pertama kali menyebarkan Islam di Kerajaan Binuang sekitar 350 tahun lalu.

Sepeninggal Abdul Kadir, tasbih ini kini dimiliki dan dirawat secara turun-temurun oleh anak cucunya. Di zaman penjajahan Belanda, lanjut Muslimin, benda sejarah ini pernah ditanamkan di dalam tanah karena takut diambil penjajah Belanda.

Petugas Balai Sejarah dan Benda Purbakala sebenarnya sudah meminta Muslimin menyerahkan tasbihnya untuk disimpan di museum, namun dia menolaknya karena setiap tahun tasbih ini selalu dipakai oleh jamaah di bulan Ramadhan.

Sayangnya, biji tasbih yang didatangkan langsung oelh Abdul Kadir dari Mekah itu kini sebagian telah hilang dicuri orang. Agar jumlah bijinya tetap 3.300, sebagian biji tasbih yang mungkin terpanjang di indonesia ini sudah diganti dengan biji dari kayu khusus yang ukurannya sama dengan biji aslinya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com