Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sabetan Wayang dalam ”Jersey” City dan Milan

Kompas.com - 13/07/2014, 10:53 WIB

KOMPAS.com - Angger (14) dan Daffa (12) masih mengenakan kausnya, jersey, saat berlatih mendalang, beberapa waktu lalu, di Desa Sambirejo, Kota Madiun, Jawa Timur. Di rumah luas dan sederhana milik almarhum Sakri, dalang kondang Madiun tahun 1980-an, keduanya mempersiapkan diri.

Kedua anak itu dipersiapkan sebagai wakil Kota Madiun untuk maju dalam Festival Karawitan dan Dalang Bocah (FKDB) se-Jawa Timur. Ini tugas yang berat sebab, jangankan membentuk anak-anak itu menjadi dalang, sekadar membuat mereka mengenal wayang saja bukanlah tugas yang mudah.

Namun, sebagaimana norma, setiap masa ada model adaptasinya, pedalangan dan pewayangan di era permainan elektronik ini pun ada pendekatannya. Mereka bisa berlatih tanpa meninggalkan kegemarannya, menonton dan bermain sepak bola, termasuk melalui alat permainan elektronik.

Oleh karena itu, tak sulit menjadikan dalang cilik itu paham dengan sabetan wayang bila masih diperbolehkan mengenakan jersey tim sepak bola kebanggaannya. Wayang dan sepak bola pun bertemu dalam diri generasi muda tersebut.

Dipadu teknologi

Angger, siswa SMP, pun mengenakan jersey dengan nomor punggung 16 milik Sergio Aguero, pemain Manchester City, saat memainkan wayang. Daffasa Krisna Prasetyo (12) mengenakan jersey AC Milan. Hampir seluruh penabuh gamelan atau panjak saat latihan juga mengenakan aneka kaus tim sepak bola dunia. Setiap kali istirahat latihan, mereka lantas memencet-mencet tuts ponsel cerdas miliknya, sambil mengobrol, chatting, atau mengganti status.

Pengamat pedalangan di Madiun, Suprianto, menyatakan, tampaknya saat ini tidak ada lagi ketegangan antara tradisi dan modern. Dahulu, ada zaman tatkala yang modern dianggap sebagai ancaman dan tradisi lebih baik ditinggalkan. Namun, kini keduanya saling menerima dan melengkapi. Tak lagi terasa aneh melihat dua budaya itu berdampingan.

Menurut Ketua Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi) Kabupaten Madiun Bambang Sigit Paminto, kini, malah muncul kerja sama sangat erat antara teknologi dan pedalangan serta keterampilan sebagai waranggana (pesinden) di era ini. Kerja sama itu ditandai dengan kehadiran perekam video dan suara serta kemudahan mempresentasikan video dan suara dengan layar komputer, ponsel cerdas, ataupun tablet.

Padahal, jelas Suprianto, pada masa lalu, profesi dalang dan waranggana adalah langka. Untuk melakukannya harus melalui proses dan latihan yang berat. Sekarang tidak lagi karena bantuan teknologi perekam tersebut.

”Di era 1970-an, calon dalang harus menonton pertunjukan wayang dan pergelaran karawitan semalam suntuk. Ini sangat berat. Itu pun kesempatannya jarang karena pertunjukan merupakan peristiwa yang tidak setiap saat ada. Begitu pun berlatihnya sulit karena harus dilakukan di depan guru dalang atau waranggana senior,” papar Suprianto.

Sekarang tidak perlu semua itu. Seorang calon dalang dan calon waranggana bisa berlatih di rumah secara mandiri, merekam sendiri, lalu ditunjukkan kepada gurunya. Teknologi memperpendek jarak waktu dan jarak tahapan latihan dalang. Dulu, proses belajar mendalang dan waranggana butuh waktu bertahun-tahun, kini bisa dilompati. Si calon juga tinggal mempelajari teknik pedalangan dari dalang hebat, seperti Ki Manteb Sudarsono, dengan mempelajari melalui video.

Teknik vokal waranggana ternama masa lalu bisa diambil dengan mencari rekamannya di situs Youtube atau situs pencarian (Google), lantas dipelajari calon dan pengajar seni suara waranggana. Calon waranggana dan gurunya bisa berlatih bersama sesuai dengan teknik olah vokal dalang dan waranggana kondang zaman dulu.

Bahkan, saat ini, mempersiapkan seorang anak umur belasan tahun menjadi dalang dan waranggana bisa dalam hitungan minggu. Tergantung pada biaya dan waktu untuk memenuhi kelengkapan dan sarananya. Hal ini mengingatkan kita kepada pelatih sepak bola di Eropa, yang kini melatih pesepak bolanya dengan teknologi pula.

”Jika semua kemudahan teknologi itu ditambah dengan peluang yang diberikan pemerintah melalui anggaran, penciptaan peluang pasar, fasilitas pembiayaan, sekolah, pelatihan, dan memperlebar semua perangkat pendukungnya, dunia pewayangan dan waranggana akan menguat kembali,” ungkap Ketua Pepadi Kota Madiun Sugito.

Jika, misalnya, pemerintah menyediakan gedung kesenian, menganggarkan penyelenggaraan festival, dan melibatkan komunitas budaya tradisi dalam kegiatan swasta dan negara, tentu pewayangan dan segala keunikannya bakal kembali pulih. Tradisi itu menjadi budaya yang menerima kebaruan sehingga bisa diterima kaum muda.

Lalu siapa

Dalang cilik Angger dan Daffa, serta waranggana Hendras, Dwi Retno Wulan, dan Ovy, pada usia yang masih belasan tahun belum bisa ditanyai alasan mereka tak canggung lagi mempelajari budaya tradisi, pewayangan dan waranggana. Jawabnya, ”Asyik. Keren. Kalau bukan kita, siapa yang memainkan?”

Suprianto menjelaskan, mereka adalah kelompok generasi muda yang dilimpahi segala bentuk modernisasi ketika lahir. Tak ada yang istimewa melihat siswa SMP, seusia mereka, menguasai kecanggihan komputer dan gadget. Namun, melihat mereka menguasai karawitan, memainkan wayang, dan menembang adalah peristiwa yang menakjubkan. Luar biasa....

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com