Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keterlambatan Pemilu di Yahukimo Tak Cuma karena Cuaca Ekstrem

Kompas.com - 11/07/2014, 06:07 WIB
Kontributor Kompas TV, Alfian Kartono

Penulis

JAYAPURA, KOMPAS.com — Tim pemantau dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendapati sejumlah permasalahan di Kabupaten Yahukimo, Papua, yang menyebabkan sejumlah distrik di wilayah tersebut selalu terlambat menggelar pemungutan suara dalam pemilu.

Menurut Anggota Komnas HAM, Nur Kholis, permasalahan yang ada tak hanya cuaca ekstrem seperti yang selalu disebutkan sebagai alasan keterlambatan distribusi logistik pemilu di wilayah ini. Dia mengatakan, ada pula masalah ketidaksiapan pelaksana dari Komisi Pemilihan Umum hingga Panitia Pemungutan suara (PPS).

“Selain itu, tidak sinkronnya aturan KPU Pusat dengan kondisi daerah dan adanya faktor penolakan dari kelompok warga tertentu,” imbuh Nur Kholis, saat menyampaikan hasil temuan sementara tim pemantau Komnas HAM di Papua, di Kantor Komnas HAM Papua di Jayapura, Kamis (10/7/2014).

Tim ini tiba di Yahukimo, beberapa hari sebelum hari pemungutan suara Pemilu Presiden 2014. Dari pantauan di lokasi, ujar Nur, mereka mendapati informasi dari sejumlah sumber terkait jarang hadirnya para anggota KPU Yahukimo di sana.

“Kami bahkan sempat menyaksikan unjuk rasa dari petugas PPS dan PPD yang menuntut pembayaran honor, satu hari jelang pemungutan suara,” ungkap Nur. Pada hari pemungutan suara, lanjut Nur, hanya 4 dari 8 tempat pemungutan suara yang mereka pantau yang menggelar pemungutan suara. Adapun 4 TPS lain tak menggelar pemungutan itu karena tak ada PPS.

Menurut Nur, kehadiran pemilih di tempat pemungutan suara yang buka pun sangat rendah, hanya sekitar 35 persen. “Ini diduga karena kurangnya sosialisasi dari KPU Yahukimo. Mungkin juga akibat adanya boikot pelaksanaan pilpres dari kelompok warga tertentu yang menggelar aksi pawai satu hari jelang pemungutan suara,” ujar dia.

Adapun untuk distribusi logistik, Nur memberikan catatan sendiri untuk aturan yang mengharuskan perpindahannya harus mengikuti jadwal dari KPU. Aturan ini menjadi persoalan karena transportasi di Yahukimo sangat tergantung pada pesawat yang sangat dipengaruhi cuaca.

“Seperti yang terjadi kemarin, karena cuaca buruk hingga satu hari sebelum pemungutan suara, baru 21 distrik yang mendapat logistik pemilu dari total 51 distrik di Yahukimo. Pada 9 Juli, walau sudah dibantu helikopter dari TNI bersama 3 pesawat lainnya, hanya mampu mendistribusikan logistik ke 16 distrik,” ungkap Nur.

Nur pun mengatakan pada Rabu (9/7/2014), hari pemungutan suara, masih ada logistik untuk 14 distrik di Yahukimo yang masih teronggok di KPU Yahukimo. "Saya tak melihat jumlah kertas suara tapi kondisi ini tak boleh terus terjadi," tegas dia. "Ini mengabaikan hak warga untuk menggunakan hak pilih secara serentak," ujar dia.

Jayapura dan noken

Sementara itu, tutur Nur, timnya mendapati kejadian seperti halnya di Yahukimo. Ratusan warga di rumah sakit dan lembaga pemasyarakatan di kota ini juga tak bisa menggunakan hak pilih karena ketiadaan TPS khusus. "Kami juga menyayangkan ketiadaan surat suara (berhuruf) braille untuk para tunanetra," imbuh dia.

Menyikapi sistem pemungutan suara memakai noken, Nur mengakui Komnas HAM belum membuat sikap baru. Namun, dia mengatakan sistem ini tetap harus dihormati sebagai bagian dari kearifan lokal yang sudah berjalan turun-temurun di suku-suku di wilayah pegunungan tengah Papua.

Selain sebutan untuk tas tradisional setempat, noken juga merupakan penamaan untuk sistem "perwakilan" di suku-suku di wilayah ini. Menurut Nur, ada hal positif dari pemungutan suara memakai noken ini.

Nur mengatakan, setiap orang yang akan dipilih akan melewati proses pemantauan yang cukup lama, sebelum kemudian dibawa ke musyawarah adat untuk pengambilan keputusan secara kolektif. Namun, Nur mengatakan, yang harus dikhawatirkan saat ini adalah "perubahan" pemahaman noken sebagai pemberian mandat kepada kepala suku untuk menentukan pilihan warganya.

Beberapa hari sebelum hari pemungutan suara, tim dari Komnas HAM sudah berada di Papua dan Papua Barat untuk mengukur tingkat pemenuhan hak konstitusional warga dalam Pemilu Presiden 2014. Hasil pantauan ini akan dibawa ke rapat Komnas HAM dan hasil rapat akan menjadi rekomendasi untuk KPU memperbaiki pemilu berikutnya.

Sementara itu, Kapolres Yahukimo AKBP Ade Djaja mengatakan, 7 distrik di Yahukimo yang tak bisa menggelar pemilu pada 9 Juli 2014 telah melaksanakan pemilu susulan pada Kamis siang. Menurut Ade, masih ada 7 distrik lain yang belum juga bisa melaksanakan pemilu di Yahukimo.

Ketujuh distrik tersebut adalah Distrik Sela, Kalamdua, Koluan, Soloikma, Kayo, Duram, dan Korupun. “Anggota Polri terpaksa membantu untuk menyelesaikan semua tugas yang seharusnya menjadi tugas KPU. Namun demi memperlancar jalannya pesta demokrasi sehingga anggota kami dikerahkan,” ungkap Ade.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com