Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kejati Jateng Dituding Pakai Bukti Palsu Menyidik Eks Bupati Karanganyar

Kompas.com - 02/07/2014, 14:27 WIB
Kontributor Semarang, Nazar Nurdin

Penulis


SEMARANG, KOMPAS.com - Kuasa Hukum mantan Bupati Karanganyar Rina Iriani, M Taufik menilai kasus yang mendera kliennya tak cukup bukti. Penilaian Taufik itu didasarkan atas perkembangan laporan dugaan pemalsuan alat bukti yang ditelusuri Polda Jawa Tengah.

"Setelah mempelajari dari perkembangan penyidikan, kami layak berpendapat perkara yang menimpa bu Rina demi alasan kepastian hukum dan kemanusiaan harus dihentikan," kata Taufiq, Rabu (2/7/2014).

Rina sendiri saat ini menyandang status tersangka dari Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah pada dua tindak pidana, yaitu korupsi dan pencucian uang. Namun, setelah pihaknya melihat progres dari Polda terdapat indikasi pelanggaran yang telah dilaporkan.

"SP2HP Polda Jawa Tengah No.B/80/VI/2014/Reskrimum tertanggal 23 Juni 2014, kasus bu Rina kurang cukup bukti, sebab dari 13 saksi yang diperiksa, semua menyatakan Surat Nomor : 518/2050.4 yang dijadikan dasar Kejaksaan Tinggi itu diduga palsu dan tidak pernah ditemukan aslinya," paparnya.

Para saksi yang diperiksa Polda itu antara lain Widhi Hartanto (staf bagian umum Suba Bag Tata Usaha), Zulfikar Hadidh (mantan Kabag Hukum), Sriyatno Wijaya Putra (mantan Kabag Perekonomian), Margito (Mantan Kadisperindagkop dan UMKM), Dewi Hanifah (Mantan Staf Disperindagkop), dan Fansiska Rianasari (mantan Bendahara merangkap Ketua KSU Sejahtera), Handoko Mulyono (mantan Ketua KSU Sejahtera).

Selain itu, ada juga nama Bisma Staniarto, Rifaid M Nur, Padmi Styaningsih, Nur Aini Farida, Sunarwan, dan mantan Suami Rina, Tony Iwan Haryono.

"Dengan keterangan ini, tidak mungkin bu Rina terjerat kasus Griya Lawu Asri, karena sudah masuk ketegori penyalahgunaan jabatan," cetusnya.

Secara terpisah, Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah mengaku masih fokus menuntaskan perkara Rina. Persoalan bukti palsu, seperti yang dituduhkan Rina, adalah hal yang berdiri sendiri. Penyidik sendiri, kata Babul, hanya mendapat salinan surat dari Kemenpera berupa fotokopi. Kejati mengaku kesulitan mencari surat yang asli.

"Itu (surat) fotokopi yang dianggap palsu, silakan. Dan memang sudah dilaporkan ke Polda Jateng. Sekarang memang sudah ada Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP), tapi belum ada berkas perkaranya. Soal surat itu palsu atau tidak, itu ranah Polda. Silakan saja, Polda menangai pemalsuan," kata Kepala Kejati Jateng, Babul Khoir.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com