Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Limbah Mangan Lukai Alat Kelamin Hingga Kulit Kepala Ratusan Warga

Kompas.com - 16/05/2014, 09:25 WIB
Kontributor Timor Barat, Sigiranus Marutho Bere

Penulis

KUPANG, KOMPAS.com - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Provinsi Nusa Tenggara Timur melontarkan protes dan kecaman atas aktivitas pertambangan mangan PT. Nusa Lontar Resources di Dusun Aitameak, dan tiga desa lainnya yakni Desa Ekin, Sisifatuberal dan Lutarato, Kecamatan Lamaknen Selatan, Kabupaten Belu, NTT.

Protes ini menyusul ratusan warga yang menderita penyakit kulit akibat terkontaminasi limbah mangan.

Manager Kampanye Tambang dan Energi Walhi NTT, Melky Nahar, Jumat (16/5/2014) pagi mengatakan, aktivitas pertambangan dari perusahaan itu tepat berada pada kawasan pemukiman warga, dan telah menimbulkan penyakit bagi warga di sana.

"Hasil investigasi kami menunjukkan fakta bahwa perusahaan itu melakukan penambangan tepat di Dusun Aitameak, Desa Ekin yang notabene ada 13 rumah penduduk di dalamnya," ungkap Melky.

Menurut Melky, PT Nusa Lontar Resources mengantongi izin usaha pertambangan operasi produksi dari Bupati Belu tahun 2011 dengan Nomor SK 74/HK/2011 dan memiliki luas konsensi lahan sebesar 967 kilometer persegi.

Akibat aktivitas perusahaan yang berada tepat di pemukiman warga, lebih dari 150 warga yang menderita penyakit kulit. "Ada sekitar 150 warga di lokasi tambang yang terkena penyakit kulit dan penyakit itu lebih banyak menyerang alat kelamin, buah dada, perut, dan kulit kepala," beber Melky.

Kuat dugaan, warga yang terserang penyakit itu akibat konsumsi air yang sama sepanjang Kali II Siot, Hoza Jol, dan kali Lia Ka'I.

"Kami sedang berusaha untuk melakukan uji laboratorium terhadap warga yang terkena penyakit itu. Tapi yang jelas, lokasi tambang PT Nusa Lontar berada di kawasan lereng dan bagian bawahnya terdapat sungai, tempat warga mandi," ungkap Melky.

Berkaitan dengan aktivitas PT Nusa Lontar Resources itu, Walhi menyatakan, perusahaan tersebut sudah melanggar Undang-undang (UU) Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 134 ayat (2) UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

"Semua UU itu substansinya hampir sama yakni perusahaan dilarang melakukan aktivitas pertambangan di lokasi yang dilarang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata Melky.

Terkait dokumen analisis dampak lingkungan (Amdal), perusahaan sebagai salah satu prasyarat penting sebelum melakukan beroperasi, Walhi berkesimpulan sesuai dengan fakta yang ada bahwa Amdal itu hasil rekayasa belaka.

Walhi pun mendesak, Bupati Belu harus segera mengambil langkah cepat dengan mencabut IUP perusahaan. "Dari fakta itu, tidak ada pilihan lain selain mencabut izin usaha produksi perusahaan dan segera melakukan pengobatan kepada warga yang terkena penyakit kulit serta melakukan reklamasi wilayah tambang yang sudah diobrak-abrik perusahaan," tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, sebanyak 13 pastor (Rohaniwan Katolik) dari Justice Peace Integrity of Creation (JPIC) Keuskupan Atambua, JPIC SVD, dan JPIC OFM Indonesia yang tergabung dalam gerakan Pro-kehidupan (G-Prok) Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, mendatangi kantor DPRD setempat, Rabu (7/5/2014).

Mereka mendesak Pemerintah Belu agar segera melakukan moratorium segala aktivitas pertambangan bijih mangan PT Nusa Lontar Resources di Dusun Aitameak, Desa Nualain, Kecamatan Lamaknen Selatan. Sebab, limbah dari mangan itu telah membuat ratusan warga di tiga desa itu terkena penyakit kulit.

Selain pastor, hadir pula tiga orang suster biarawati dari JPIC SSpS, JPIC Ursulin dan JPIS FSGM, serta Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Atambua. Para korban limbah mangan kebanyakan anak-anak usia sekolah. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com