Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

8 Pemerkosa Wanita di Aceh Dijerat Pidana, Bukan Hukuman Syariah

Kompas.com - 09/05/2014, 20:17 WIB
Kontributor Banda Aceh, Daspriani Y Zamzami

Penulis


BANDA ACEH, KOMPAS.com — Kepala Dinas Syariat Islam Provinsi Aceh Prof Dr Syahrizal Abbas, MA, menegaskan, tidak ada yang salah dalam produk hukum, terutama qanun (peraturan daerah) tentang penerapan hukum syariah di Aceh.

Penegasan itu untuk mengomentari soal kontroversi upaya penegakan hukum syariah terhadap 8 pemerkosa seorang perempuan pelaku perbuatan mesum di Kota Langsa, Provinsi Aceh.

“Justru qanun-qanun syariat Islam yang sudah dihasilkan dan diimplementasikan itu sebenarnya untuk melindungi masyarakat dan menjauhi perbuatan yang melanggar hukum,” ujar Prof Syahrizal Abbas, Jumat (9/5/2014).

Syahrizal Abbas menjelaskan, sistem hukum pidana Islam (jinayat) mengandung beberapa jenis sanksi pidana, antara lain qisas (potong), hadd (pencegahan), dan ta’zir (cambuk). Qanun jinayat di Aceh hanya memberlakukan sebagian hukum hadd dan ta’zir.

Hukuman hadd diaplikasikan dalam ketentuan pelanggaran khamar, dan hukuman ta’zir diberlakukan bagi pelaku khalwat (mesum). Ketiga perkara hukum jinayat tersebut telah dibakukan ke dalam tiga konsepsi Qanun Hukum Jinayat, yaitu Qanun Jinayat Nomor 12 Tahun 2003 tentang Khamar (minuman keras dan sejenisnya), Qanun Jinayat Nomor 13 Tahun 2003 tentang Maisir (judi), dan Qanun Jinayat Nomor 14 Tahun 2003 tentang Khalwat (mesum).

Syahrizal Abbas mengakui, saat ini produk hukum Qanun Jinayat untuk perkosaan memang belum dihasilkan, tetapi sedang dalam penggodokan. Saat ini, sebut Syahrizal, qanun syariah lainnya yang sudah disahkan adalah Qanun Hukum Acara Jinayat, yang merupakan produk hukum yang mengatur pedoman dan soal prosedural hukum, bukan materi hukum.

“Kalau dilihat dari Qanun Hukum Acara Jinayat, tentu saja qanun ini tidak bisa digunakan untuk menghukum para pemerkosa karena tidak ada materi hukum di sana. Yang perlu ditegaskan adalah para pelaku ini memang harus dihukum berat, dan kita punya produk hukum yang menjerat para pemerkosa itu, yaitu hukum pidana," ungkap Syahrizal.

"Hukum syariah di Aceh sendiri pun adalah bagian dari hukum di Indonesia karena itu merupakan produk turunan dari undang-undang dasar dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh," tekannya.

Syahrizal sendiri juga meminta agar pelaku pemerkosaan dihukum dengan hukuman maksimal. Selain itu, sebut Syahrizal, masyarakat juga diminta memahami dan tidak melihat masalah ini secara parsial, tetapi juga harus obyektif.

Senada dengan itu, Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Aceh Faisal Ali juga berharap, aparat penegak hukum bisa menjatuhkan hukuman maksimal terhadap pelaku kejahatan seksual di Aceh.

Sebelumnya diberitakan, delapan pria menggerebek kediaman seorang perempuan janda berusia 25 tahun di Langsa, Aceh Timur, karena tepergok melakukan perbuatan mesum dengan seorang pria yang telah beristri.

Tak hanya menggerebek, para pria tersebut juga memerkosa janda itu dan memukuli pria yang tidur dengan perempuan tersebut. Saat ini, Polres Kota Langsa sudah menangkap tiga pelaku pemerkosaan. Namun, satu di antaranya masih di bawah umur dan sudah dipulangkan kepada keluarga. Lima pelaku lainnya, termasuk pelaku utama, masih buron.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com